Siapa penduduk di Indonesia yang tidak tahu tentang pertempuran 10 November 1945 yang terjadi di Surabaya sehingga saking besarnya pertempuran ini hingga menjadikan Surabaya sebagai ikon kota Pahlawan. Penyebab dari pertempuran ini karena datangnya tentara Inggris ke Surabaya dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang yang sudah kalah pada perang dunia 2, tapi kedatangan tentara Inggris ini ternyata diikuti oleh tentara Belanda yang notabene pernah menjajah Indonesia selama 3,5 abad dan inilah yang membuat marah penduduk Surabaya.
Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Tapi dibalik hebatnya pertempuran ini, ternyata terselip cerita menarik dibalik pertempuran ini. Apakah cerita itu, mari kita lihat dibawah ini :
Kisah # 1: Pak Lek ! Endhi Londone…?!
10 Nopember 1945 dipagi hari. Inggris benar-benar melaksanakan ultimatum mereka. Seluruh kekuatan militer yang ada di Surabaya dan Selat Madura mereka kerahkan untuk membom habis-habisan Surabaya, dari darat, laut dan udara.
Kapal perang Inggris dari Selat Madura terus-menerus memuntahkan bom-bom maut kearah daerah pertahanan Arek-arek Suroboroyo. Di darat tank-tank Inggris mencoba merangsek garis pertahanan Arek-arek Suroboyo, yang ternyata tidak semudah dibayangkan Jenderal Mansregh karena mendapat perlawanan sengit. Sementara dari udara, pesawat tempur Inggris dengan leluasa menembaki dan membom pertahanan Arek-arek Suroboyo yang relatif terbuka tanpa ”payung” pertahanan udara yang berarti.
Berkat teknologi perang Inggris canggih saat itu, bom-bom Inggris yang dimuntahkan dari kapal perang berjatuhan menghajar hingga jauh ke bagian Selatan Surabaya seperti kawasan Darmo, yang terletak belasan kilometer jauhnya dari Selat Madura. Arek-arek Suroboyo yang berada di daerah tersebut cuma bisa misuh-misuh (memaki-maki) karena terus menerus dihujani bom Inggris tanpa bisa membalas sama sekali karena umumnya mereka hanya memiliki senjata untuk pertempuran jarak dekat seperti bedil rampasan, mortir, clurit, pedang....dll
Seorang Arek Suroboyo umur belasan tahun beringsut mendekat kepada senior mereka. Ditengah riuh rendah suara ledakan bom Inggris, dia bertanya: ”Pak Lek ! Pundhi Londone ?!” (Paman, mana orang Inggrisnya?.Saat itu lumrah jika menyebut Inggris dengan Londo, karena sama-sama kulit putih, dan sama-sama hendak merampas kemerdekaan)
”Opok’o ?” (kenapa?) balik si pejuang senior bertanya
”Wonge gak kethok, bome wis tekan mrene !” (Orangnya tidak kelihatan, bomnya sudah sampe sini !”). ”Wis gak sabar pingin gelut ambek Londo ! Mboh aku sing mati, opo Londo gendheng sing mati !” (sudah tidak sabar saya ingin berkelahi dengan orang Inggris, entah saya yang mati, atau Inggris gila yang mati !”)
= = =
Kisah # 2: Pidato Bung Tomo yang Menghipnotis Seisi Surabaya
Bung Tomo adalah ikon pertempuran heroik Surabaya. Kemampuan orasinya yang luar biasa mampu membakar semangat juang segenap rakyat Surabaya dalam menghadapi pasukan yang sangat terlatih dan diperlengkapi dengan perlengkapan perang yang sangat modern untuk masanya.
Bung Tomo adalah seorang nasionalis tulen. Berulangkali dalam orasinya yang mengelegar dia menyebut “pemuda-pemuda Indonesia di Surabaya” atau “bangsa Indonesia di Surabaya”. Selain itu, Bung Tomo juga seorang yang sangat sportif. Meski masyarakat Surabaya mendapat ultimatum dan provokasi dari Inggris, dia memperingatkan “djangan moelai menembak, baroe kalaoe kita ditembak, maka kita akan ganti menjerang mereka itu”.
Orasi Bung Tomo adalah salah satu factor penting yang membuat mereka-mereka yang sehari-harinya adalah tukang soto, abang becak, kusir delman, wong kampong, dan lain-lain komponen sipil rakyat Indonesia di Surabaya, berani menghadapi ultimatum Jenderal Mansregh laksana banteng terluka.
Pidato Bung Tomo adalah saat yang sangat dinantikan oleh rakyat Surabaya. Sesaat sebelum Bung Tomo mulai orasinya di radio, Surabaya bagaikan kota mati, sepi. Rakyat berkumpul ditempat-tempat yang bisa menangkap siaran pidato Bung Tomo yang dipancarkan oleh radio.
Setiap orang Surabaya mengaku merinding dan gemetaran tiap kali mendengar orasi Bung Tomo. Tidak sedikit pula yang bercucuran air mata usai mendengar pidato Bung Tomo. Mereka merinding dan gemetar bukan karena takut terhadap ultimatum Jenderal Mansregh, atau gentar menghadapi pertempuran besar esok hari, tapi mereka merinding dan gemetar karena tekad yang bulat untuk menghadapi ultimatum pasukan Inggris. Merinding untuk segera berhadapan secara jantan, dengan dada tengadah mempertahankan kemerdekaan yang hendak dijarah dan kehormatan bangsa yang hendak dilecehkan.
Suara Bung Tomo yang menggelegar, pilihan kata-katanya yang cerdas dan lugas, serta teriakan takbir yang menggetarkan jiwa tiap muslim yang mendengarnya, adalah perpaduan sempurna dalam membakar semangat, bukan saja mereka yang asli arek Suroboyo, namun juga pemuda-pemuda Indonesia lainnya dari suku-suku bangsa lainnya yang tinggal di Surabaya: Ambon, Sulawesi, Batak, NTT, Bali, Kalimantan, dan lain-lain suku bangsa untuk bersama-sama dalam satu tekad melawan pasukan penjajah.
Tak heran, tiap kali usai pidato Bung Tomo dipancarkan, ungkapan seperti: ”Mboh aku sing mati, opo Inggris keparat sing mati ! Gak sudhi aku nyerah nang Inggris ! (entah saya yang mati, atau Inggris keparat yang mati. Tidak sudi aku menyerah kepada Inggris). Pasukan TRIP yang rata-rata berumur belasan tahun, dengan penuh percaya diri siap bertempur menghadapi pasukan Inggris yang pernah mengalahkan pasukan Rommel di mandala Afrika.
Berikut adalah trankrip pidato Bung Tomo berdasarkan rekaman pidatonya.
Bagian Pertama
Bismillahirrahmanirrahim…Merdeka!!!Saoedara-saoedara ra’jat djelata di seloeroeh Indonesia,teroetama, saoedara-saoedara pendoedoek kota SoerabajaKita semoeanja telah mengetahoei bahwa hari ini tentara Inggris telah menjebarkan pamflet-pamflet jang memberikan soeatoe antjaman kepada kita semoea.Kita diwadjibkan oentoek dalam waktoe jang mereka tentoekan, menjerahkan sendjata-sendjata jang kita reboet dari tentara djepang.Mereka telah minta supaja kita datang pada mereka itoe dengan mengangkat tangan.Mereka telah minta supaja kita semoea datang kepada mereka itoe dengan membawa bendera poetih tanda menjerah kepada mereka.Saoedara-saoedara,didalam pertempoeran-pertempoeran jang lampaoe, kita sekalian telah menundjukkan bahwara’jat Indonesia di Soerabajapemoeda-pemoeda jang berasal dari Maloekoe,pemoeda-pemoeda jang berasal dari Soelawesi,pemoeda-pemoeda jang berasal dari Poelaoe Bali,pemoeda-pemoeda jang berasal dari Kalimantan,pemoeda-pemoeda dari seloeroeh Soematera,pemoeda Atjeh, pemoeda Tapanoeli & seloeroeh pemoeda Indonesia jang ada di Soerabaja ini,didalam pasoekan-pasoekan mereka masing-masing dengan pasoekan-pasoekan ra’jat jang dibentuk di kampoeng-kampoeng,telah menoenjoekkan satoe pertahanan jang tidak bisa didjebol,telah menoenjoekkan satoe kekoeatan sehingga mereka itoe terdjepit di mana-manaHanja karena taktik jang litjik daripada mereka itoe, saoedara-saoedaraDengan mendatangkan presiden & pemimpin-pemimpin lainnja ke Soerabaja ini, maka kita toendoek oentoek menghentikan pertempoeran.Tetapi pada masa itoe mereka telah memperkoeat diri, dan setelah koeat sekarang inilah keadaannja.Saoedara-saoedara, kita semuanja, kita bangsa Indonesia jang ada di Soerabaja ini akan menerima tantangan tentara Inggris ini.Dan kalaoe pimpinan tentara Inggris jang ada di Soerabaja ingin mendengarkan djawaban ra’jat Indonesia,ingin mendengarkan djawaban seloeroeh pemoeda Indonesia jang ada di Soerabaja iniDengarkanlah ini hai tentara Inggris,ini djawaban ra’jat Soerabajaini djawaban pemoeda Indonesia kepada kaoe sekalianHai tentara Inggris!,kaoe menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera poetih takloek kepadamoe,menjuruh kita mengangkat tangan datang kepadamoe,kaoe menjoeroeh kita membawa sendjata-sendjata jang kita rampas dari djepang oentoek diserahkan kepadamoeToentoetan itoe walaoepoen kita tahoe bahwa kaoe sekalian akan mengantjam kita oentoek menggempoer kita dengan seloeroeh kekoeatan jang ada,Tetapi inilah djawaban kita:Selama banteng-banteng Indonesia masih mempoenjai darah merah jang dapat membikin setjarik kain poetih mendjadi merah & putih,maka selama itoe tidak akan kita maoe menjerah kepada siapapoen djuga!Saoedara-saoedara ra’jat Soerabaja,siaplah keadaan gentingtetapi saja peringatkan sekali lagi, djangan moelai menembak,baroe kalaoe kita ditembak, maka kita akan ganti menjerang mereka itu.Kita toendjoekkan bahwa kita adalah benar-benar orang jang ingin merdeka.Dan oentoek kita, saoedara-saoedara, lebih baik kita hantjur leboer daripada tidak merdeka.Sembojan kita tetap: MERDEKA atau MATI.Dan kita jakin, saoedara-saoedara,pada akhirnja pastilah kemenangan akan djatuh ke tangan kitasebab Allah selaloe berada di pihak jang benarpertjajalah saoedara-saoedara,Toehan akan melindungi kita sekalianAllahu Akbar..! Allahu Akbar..! Allahu Akbar…!MERDEKA!!!
Bagian Kedua
Bismillahirrahmanirrahim…
Merdeka!!!
Saoedara-saoedara !
Toekang-toekang betjak, saoedara-saoedara bakoel-bakoel soto, bakoel-bakoel tahoe. Saoedara-saoedara orang-orang Madoera, toekang rombengan, Saoedara-saoedara wong-wong kampoeng Suroboyo. Saoedara-saoedara arek-arek Suroboyo, pemoeda-pemoeda Suroboyo, dan saudara-saudara semua pemuda-pemuda Indonesia yang tergabung dalam pasukan-pasukannya masing-masing di Surabaya ini
Habiskanlah lawan kita ! Pertahankanlah kota kita.ini ! Toehan akan beserta kita. Insya Allah saoedara-saoedara, kemenangan akhir pasti kita yang akan mencampainya.
Allahhu Akbar ! ... Allahhu Akbar ! Allahhu Akbar !
MERDEKA !
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar