Fase penting kedua dalam perkembangan TNI AU berlangsung pada tahun 1950an. Pada era ini AURI kernbali menerima lusinan pesawat bekas pakai yang kali ini dari AU Belanda sebagai konsekuensi dari hasil keputusan yang diambil dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 2 November 1949. Menurut KMB, AURIS akan melikuidasi AU Belanda (ML, Militaire Luchtvaart) dalam waktu relatif singkat, selambat-lambatnya enam bulan terhitung setelah pengakuan kedaulatan.
Sebuah pembom medium B-26 Invader dengan tambahan nose art bertema "shark teeth" di Lanud Abdulrahman Saleh, Malang. Era 1950-an ditandai dengan melimpahnya jenis pesawat yang diperoleh AURI sebagai hibah dari ML Belanda pasca KMB. Dengan pesawat-pesawat inilah AURI melakukan lompatan teknologi. Di era ini pula AURI mulai mengenal era jet dengan datangnya DH-115 Vampire dari Inggris.
Sementara KSAU Suryadarma bertindak cepat dengan mengeluarkan petunjuk khusus pada tanggal 19 Januari 1950. Petunjuk khusus ini mengatur tentang pengibaran bendera diseluruh pangkalan udara, penyerahan pangkalan udara baik menyangkut personel maupun peralatan dan pesawat yang ada di dalamnya, termasuk juga semua hal yang berkaitan dengan operasi penerbangan.
Daya gempur AURI nyaris sempurna karena ditopang oleh 40 pesawat pemburu P-51 Mustang. Dengan pesawat inilah AURI kemudian menggelar sejumlah operasi kamdagri
Tak lama setelah KMB, KSAU juga mengeluarkan surat keputusan yang isinya berupa penunjukkan personel untuk memimpin pangkalan yang tersebar di beberapa daerah. Kehadiran seorang komandan juga diperlukan untuk mempermudah proses transisi dari ML ke AURIS, khususnya menyangkut memberikan penjelasan kepada personel ML yang ingin bergabung dengan AURIS.
Salah seorang perwira yang diberi tanggung jawab adalah Mayor Udara Wiweko Soepono. Tokoh penerbangan ini dipercaya memimpin Lanud Andir, Bandung. Andir merupakan pangkalan udara yang pertama diserahterimakan dari ML kepada AURIS, yakni pada 20 Januari 1950. Namun demikian penyerahan hanya berlaku bagi lokasi pangkalan di sisi utara saja. Sedangkan pangkalan sebelah selatan bare diserahkan pada 2 Juni 1950. Waktu itu Andir merupakan salah satu pangkalan udara terlengkap di kawasan Pasifik Barat Daya. Selain sebagai home base skadron tempur dan sejumlah pesawat militer Belanda lainnya, Andir juga menjadi pusat pemeliharaan pesawat militer, fasilitas teknik pesawat dan banyak lagi.
Realisasi penyerahan Andir dilakukan secara bertahap. Pada awal Maret 1950 diserahkan fasilitas penerbangan termasuk sebuah hangar, tiga pesawat C-47 Dakota, tiga pesawa latih AT-6 Harvard, dan tujuh pesawat latih L-41 Piper Cub. Tiga bulan kemudian, tepatnya 12 Juni, seluruh Lanud Andir beserta sejumlah besar pesawat pemburu, pembom, transpor, dan latih diserahkan kepada AURIS. Dari pihak ML, penyerahan diwakili oleh Mayor EJ Van Kuppen dan diterima oleh Komandan Lanud Andir Wiweko Soepono yang merangkap sebagai Ketua Sub Panitia Penerimaan Materil dan Personel dari ML. Upacara disaksikan oleh pejabat militer dan sipil dari kedua belah pihak.
Terlihat Presiden Soekarno didampingi KSAU Suryadarma melakukan pemeriksaan penerimaan P-51D Mustang di Lanud Cililitan pada tahun 1950.
Selain pangkalan, sarana dan prasarana yang diserahkan kepada AURIS meliputi sebuah hangar bengkel pemeliharaan pesawat, dan sejumlah pesawat di antaranya tujuh Piper Cub, delapan Harvard, 36 Dakota, 25 pembom B-25 Mitchel, 12 pesawat angkut Lockheed (L-12?), dan 28 pesawat pemburu P-51 Mustang. Diakhir acara penyerahan, dilakukan penggantian tanda kepangkatan sejumlah anggota yang berasal dari ML dan kemudian memlilih bergabung dengan AURIS. Aihasil seperti ditulis dalam buku Sejarah Angkatan Udara Indonesia 1950-1959, total 10.000 personel ML dan ratusan pesawat dari berbagai tipe diserahkan kepada AURIS.
Boleh dikata proses serah terima dari ML ke AURIS berjalan lancar. Dalam waktu relatif singkat AURIS berhasil melakukan konsolidasi yang dalam sejarah TNI AU dikenal sebagai Program Kerja Kilat. Program ini intinya adalah bahwa AURIS diberi mandat dalam waktu singkat untuk menyusun organisasi Angkatan Udara dalam bentuk sementara yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Program ini direncanakan harus sudah selesai pada tahun 1951. Seperti berpacu dengan waktu, AURIS juga sudah memiliki sebuah markas besar yang berlokasi di Jakarta disusul dibakukannya organisasi dengan status langsung berada di bawah menteri pertahanan.
Para penerbang Mustang Skuadron 3 berfoto bersama di Halim tahun 1958. Duduk dari kiri Rusman, Ashadi Tjahyadi, Hapid Prawiranegara, Roesmin Noerjadin (komandan), Ign Dewanto, Soejoedi (penvira teknik). Berdiri dari Soewondo, Hashary, Loely Wardiman, Goenadi, Dono Indarto, dan Moesidjan. Foto insert adalah Kolonel (pur) Gootschalk, penerbang Mustang ML yang memperkuat AURI dan membidani lahirnya Skuadron 3
Jauh sebelum itu, KSAU juga sudah mengeluarkan surat keputusan berupa pembentukan sejumlah skadron udara. Yaitu meliputi skadron intai laut, transport, pembom, intai darat, dan skadron pembom sedang. Karena begitu banyaknya pesawat diperoleh dari ML, setiap skadron diperkuat oleh setidaknya 20 pesawat, kecuali skadron intai laut yang berkekuatan hanya 12 pesawat.
Di periode awal transisi ini, semula hanya ada dua skadron udara yaitu Skadron 1 di Lanud Cililitan (sekarang Halim Perdanakusuma), dan Skadron 2 di Andir. Isinya adalah otomatis semua pesawat yang selama ini oleh Belanda memang dipangkalkan di kedua lanud tersebut.
Ketika itu pesawat P-51, B-25, C-47, PBY-5 Catalina masih bemaung di bawah payung Skadron I. Selanjutnya pada 1951 dilakukan penyempurnaan organisasi operasional ini dengan memekarkan jumlah skadron menjadi enam. Meliputi Skadron I dengan kekuatan pesawat B-25, Skadron 2 Pengangkut pesawat C-47, Skadron 3 Pemburu dengan P-51, Skadron 4 Pengintai Darat dengan Auster dan L-4J, Skadron 5 Pengangkut Operasionil dengan C-47, dan dibentuknya sekolah penerbang dengan berbagai tipe pesawat. Organisasi skadron ini terus disempurnakan dari tahun ke tahun seiring semakin tertatanya organisasi AURI.
Sebelum tahun berganti ke 1960, AURI menapakkan kakinya teramat tinggi dengan mengoperasikan pesawat jet DH-115 Vampire buatan de Haviland Inggris. Pesawat ini mulai memperkuat AURI pada Februari 1956. Pada tanggal 20 Maret 1957 diresmikan menjadi kekuatan utama pancar gas di bawah Skadron 11 (jet latih tempur).
Sebuah Mustang tengah disiapkan oleh kru darat sebelum melaksanakan penerbangan
Jejeran Mustang dalam persiapan terbang di Lanud Cililitan
Foto yang memperlihatkan sejumlah Mustang ketika disiapkan dalam operasi menumpas pemberontakan PRRI di Sumatera. Foto diambil di Lanud Pekanbaru. Kehadiran Mustang cukup membuat kelompok PRRI jeri dan menghentikan perlawanannya. Tak lama kemudian, Mustang dikirim ke Ambon untuk menumpas gerakan Permesta.
Sumber : Sejarah Perang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar