Kamis, 14 April 2011

Sejarah U.S. Army Rangers


Rangers adalah salah satu unit pasukan khusus Angkatan Darat AS. Pasukan yang memiliki nama resmi 75th Ranger Regiment ini pada dasarnya adalah unit pasukan infantri ringan (light infantry) yang dirancang sebagai light-infantry shock troops. Misi utama Rangers adalah menguasai dan mengamankan pangkalan udara di daerah musuh yang akan digunakan sebagai pangkalan aju serta membuka jalan bagi pasukan yang lebih berat. Walaupun demikian, Rangers juga memiliki kemampuan untuk beroperasi di garis belakang musuh, melakukan pengintaian, melakukan penyergapan terhadap pasukan musuh, dan melumpuhkan sasaran-sasaran tertentu. Namun sebagai light infantry, Rangers dirancang hanya untuk melakukan tugas-tugas tersebut dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Hal ini berbeda dengan pasukan khusus Angkatan Darat AS lainnya yaitu United States Army Special Forces atau yang lebih dikenal sebagai Green Berrets. Green Berrets memang dirancang untuk melakukan aksi di garis belakang musuh dalam waktu lama, termasuk merekrut dan melatih gerilyawan.

Sebagai salah satu unit pasukan khusus AS, Rangers memiliki catatan sejarah panjang yang bahkan melebihi usia negara AS sendiri. Cikal bakal pasukan ini berawal dari abad ke-17, saat wilayah negara AS masih menjadi koloni Inggris. Mengingat sejarah Rangers yang cukup panjang, maka melalui thread ini akan mencoba untuk menceritakan sejarah Rangers sejak abad ke-17 sampai era modern sekarang ini.


Rangers Era Kolonial Inggris dan Perang Kemerdekaan AS

Pada abad ke-17 wilayah Amerika Utara masih menjadi wilayah koloni Inggris dan banyak keluarga bangsawan Inggris yang menjadi tuan tanah di wilayah tersebut. Untuk menjaga wilayah perkebunan mereka maka para tuan tanah tersebut memanfaatkan jasa pasukan berkuda yang disebut ranger. Pada masa ini bisa dikatakan ranger adalah semacam kelompok petugas keamanan bayaran atau pasukan pribadi dari para tuan tanah tersebut.
Semasa menjadi koloni Inggris, makin banyak warga Eropa yang kemudian menjadi pendatang di Amerika Utara. Dengan semakin banyaknya pemukiman para pendatang dari Eropa tersebut maka secara tidak langsung juga ikut menggusur wilayah-wilayah Indian yang merupakan penduduk asli di Amerika Utara. Hal ini kemudian memicu perlawanan dari suku-suku Indian yang sering melakukan serangan secara gerilya terhadap pemukiman-pemukiman tersebut. Serangan-serangan tersebut akhirnya memuncak pada pembantaian di Jamestown pada tahun 1622.


Suku Indian Powhatan menyerang kota Jamestown di Virginia dan membantai 347 orang penduduk di kota tersebut, termasuk wanita dan anak-anak. Sebagai balas dendam atas serangan tersebut, pasukan Inggris dan milisi dari warga koloni yang selamat lalu menyerang pemukiman Indian dan membunuh lebih dari 250 orang. Serangan langsung ke dalam jauh wilayah Indian tersebut menjadi awal dari lahirnya pasukan Ranger di Amerika Utara.

Untuk menghindari terulangnya peristiwa serupa, maka pasukan Inggris kemudian membangun sejumlah pos militer dan untuk mengamankan wilayah yang tidak terlindungi oleh pos milter tersebut maka Inggris kemudian membentuk pasukan berjalan (running army). Pasukan ini bertugas berpatroli di wilayah yang tidak terlindungi pos militer dan melakukan pre-emptive strike terhadap suku-suku Indian. Pasukan inilah yang kemudian disebut Ranger dan banyak melakukan serangan jauh di dalam wilayah Indian. Konsep beroperasi jauh di dalam wilayah musuh inilah yang kemudian diulang kembali dalam era modern dengan pembentukan LRRP (Long Range Reconnaissance Patrol) dalam Perang Vietnam.

Memasuki pertengahan abad ke-17, pasukan Inggris semakin sering terlibat perang dengan suku-suku India. Salah satunya adalah perang yang dikenal sebagai King Philip`s War tahun 1675-1676 antara suku Indian dengan pasukan koloni Inggris di New England. Perang ini terjadi antara suku Indian Wampanoag, Nipmuck,Podunk, Narragansettm dan Nashaway dengan pasukan koloni Inggris yang dibantu suku Indian Mohegan dan Pequot. Pada perang tersebut muncul pasukan Ranger yang dipimpin oleh Kolonel Benjamin Church.


Dalam perang tersebut Church mempraktekkan dasar-dasar operasi militer yang sekarang dipergunakan oleh pasukan khusus AS. Ia memimpin pasukannya jauh ke dalam wilayah Indian, melakukan penyergapan dan penyerangan terhadap perkampungan Indian. Selain itu ia juga berhasil melakukan pendekatan terhadap beberapa suku Indian yang akhirnya menjadi sekutu pasukan koloni dalam perang tersebut. Pasukan koloni berhasil memenangkan perang tersebut, walaupun kemudian Church tewas dalam pertempuran.

Namun pasukan yang menjadi cikal bakal Rangers era modern adalah pasukan Roger`s Rangers yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Robert Rogers dalam French Indian War tahun 1754-1763. Pada perang tersebut pasukan Inggris berhadapan dengan pasukan Perancis yang dibantu oleh suku Indian Abenaki yang terkenal kejam. Rogers memimpin 200 orang Rangers menyerang Saint Francis di dekat Montreal yang merupakan pemukiman Indian Abenaki. Untuk melakukan serangan tersebut, pasukan Rogers harus menempuh perjalanan sejauh 480 km memasuki wilayah Kanada. Dalam serangan tersebut 200 orang suku Abenaki tewas dan pasukan Rogers kemudian berhasil kembali ke wilayah koloni Inggris, walaupun harus kehilangan 93 orang. Setelah serangan tersebut, maka serangan suku Abenaki ke wilayah pemukiman Inggris berkurang secara drastis.


Konsep pasukan Rangers yang digunakan oleh Robert Rogers akhirnya dipraktekkan baik oleh pasukan Inggris maupun pasukan AS dalam Perang Kemerdekaan AS tahun 1775-1783. Walaupun Robert Rogers sendiri mendukung Inggris dan pasukannya ikut bertempur melawan pasukan AS (yang pada saat tersebut disebut sebagai Continental Army), namun hal itu tidak berhasil membuat Inggris menang dalam perang tersebut. Sebaliknya, pasukan Rangers yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Daniel Morgan menjadi andalan Continental Army dan berhasil mengalahkan pasukan Inggris pada sejumlah pertempuran, termasuk dalam Battle of Fremans`s Farm tahun 1777 dan Battle of Cowpens tahun 1781.


Selain Rangers pimpinan Daniel Morgan, Continental Army juga memiliki pasukan Rangers pimpinan Kolonel Thomas Knowlton yang dikenal sebagai Knowlton`s Rangers. Knowlton`s Rangers dibentuk atas perintah langsung George Washington dan bisa dikatakan merupakan unit Rangers pertama yang dibentuk secara resmi oleh militer AS. Pasukan Knowlton ikut bertempur dalam Battle of Bunker Hill tahun 1775, salah satu pertempuran pertama antara pasukan Inggris dengan milisi yang berakhir dengan kekakalahan Inggris. Knowlton sendiri kemudian tewas dalam Battle of Harlem Nights pada tahun 1776.



Rangers pada abad ke-19 dan Perang Saudara AS

Berakhirnya perang kemerdekaan AS bukan berarti berakhirnya perang di wilayah Amerika Utara. Pada tahun 1807 Inggris melakukan blokade laut untuk mencegah perdagangan antara AS dengan Peranis karena pada saat tersebut Inggris sedang terlibat perang dengan Perancis. Blokade tersebut akhirnya menyulut perang pada tahun 1812 yang melibatkan Inggris, Kanada, AS, serta sejumlah suku Indian yang membantu kedua belah pihak. Dalam perang tersebut AS membentuk tidak kurang dari tujuh belas kompi pasukan Rangers. Perang kemudian berakhir dengan perjanjian damai pada tahun 1815, seiring dengan kekalahan Perancis di Eropa dalam pertempuran di Waterloo. Perang ini bisa dikatakan merupakan akhir dari perang antara AS dengan Inggris.

Abad ke-19 juga menandai semakin luasnya wilayah negara AS dengan dikuasainya daerah seperti Texas dan sejumlah daerah lainnya. Namun bertambahnya wilayah tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan pasukan AS untuk mengamankan wilayah-wilayah tersebut karena kekurangan personel dan perlengkapan. Sebagai akibatnya maka banyak negara bagian seperti Texas yang membentuk pasukan sendiri untuk mengamankan wilayah mereka. Texas misalnya membentuk pasukan yang dikenal sebagai Texas Rangers dan bertugas mengamankan wilayah perbatasan dengan Meksiko. Texas Rangers sendiri kemudian ikut bertempur dalam perang AS dengan Meksiko tahun 1846-1848 dengan pola operasi sama seperti pasukan Rangers pada abad ke-17 yaitu pre emptive strike jauh ke wilayah musuh.


Perang Saudara Amerika pada tahun 1861-1865 menandai penggunaan unit-unit pasukan Rangers di pihak Konfederasi maupun Union. Salah satu unit Rangers yang terkenal dalam Perang Saudara AS adalah 43rd Battalion Virginia Cavalry yang dipimpin oleh Kolonel John S. Mosby. Pasukan ini dikenal sebagai Mosby`s Rangers dan dikenal karena keberaniannya untuk beraksi di garis belakang pasukan Union sehingga unit gerilya kavaleri ini dijuluki sebagai “Grey`s Ghost”. Mosby`s Rangers banyak melakukan serangan terhadap konvoi perbekalan pasukan Union dalam dalam salah satu serangan ke Fairfax pada tahun 1863 berhasil mempermalukan pasukan Union dengan menculik salah satu perwira tinggi pasukan Union, Brigadir Jenderal Edwin H. Stoughton.



Tidak mau kalah dengan pihak Konfederasi, pihak Union juga memiliki pasukan Rangers yang dipimpin oleh Kapten Samuel C. Means. Pasukan pimpinan Means ini terdiri dari para sukarelawan dan dikenal sebagai Loudoun`s Rangers atau Mean`s Rangers. Mean`s Rangers terkenal karena berhasil merebut kereta pengangkut amunisi milik pasukan Konfederasi pimpinan Jenderal James Longstreet.

Setelah perang saudara berakhir, semakin banyak warga imigran, terutama dari Eropa, yang datang untuk mengadu nasib. Namun semakin banyaknya warga kulit putih ini juga berarti kembali memicu ketegangan dengan warga Indian yang merupakan penduduk asli Amerika Utara. Hal ini kemudian memicu berkobarnya kembali perang dengan warga Indian yang baru benar-benar berakhir pada tahun 1918. Dalam perang tersebut AS banyak menggunakan unit-unit pasukan kecil yang beroperasi di wilayah pedalaman AS dan melakukan serangan “hit and run” terhadap pemukiman-pemukiman Indian.

Walaupun Indian Wars baru benar-benar berakhir pada tahun 1918, namun sejak tahun 1880 sebetulnya sudah banyak tidak terjadi pertempuran karena pemerintah AS mengeluarkan kebijakan relokasi bagi suku-suku Indian. Banyak suku Indian yang menerima tawaran tersebut dan mengadakan perjanjian damai dengan pemerintah AS, walaupun beberapa suku lainnya tetap melawan dan melanjutkan pertempuran dengan tentara AS. Karena keadaan yang dirasakan sudah semakin damai maka sejak tahun 1880 unit-unit pasukan Rangers dibubarkan dan kesatuan seperti Texas Rangers akhirnya diubah menjadi unit penegak hukum yang mempunyai kewenangan sebagai polisi negara bagian. Sejak saat itu Rangers pun tidak ada dalam kekuatan militer AS selama lebih dari 60 tahun dan Rangers pun baru diaktifkan kembali dalam Perang Dunia II.


Perang Dunia II : Lahirnya Kembali U.S. Rangers

Pada saat Perang Dunia II pecah, sejumlah negara yang terlibat dalam perang tersebut banyak yang kemudian membentuk unit-unit pasukan khusus seperti Inggris yang kemudian membentuk pasukan khusus Commando. Brigadir Jenderal Dudley Clarke dari Angkatan Darat Inggris (yang juga merupakan pendiri pasukan Commando tersebut) kemudian memberikan saran kepada Kolonel Wiiliam Joseph Donovan dari Angkatan Darat AS agar Angkatan Darat AS juga membentuk pasukan seperti Commando. Donovan kemudian melaporkan hal tersebut kepada Jenderal Geoerge Marshall selaku Kepala Staf Angkatan Darat AS. Setelah mempertimbangkan hal tersebut dan juga melihat keberhasilan unit-unit pasukan khusus Jerman dan Inggris, akhirnya Marshall memerintahkan Kolonel Lucian K. Truscott Jr untuk berangkat ke Inggris dan memantau pasukan Commando. Kolonel William Donovan sendiri pada Perang Dunia II akhirnya menjadi Mayor Jenderal dan menjabat sebagai pimpinan OSS (Office of Strategic Services) yang merupakan cikal bakal CIA.

Kolonel Truscott kemudian melaporkan kepada Jenderal Marshall bahwa Angkatan Darat AS memang juga harus mempunyai pasukan khusus seperti Commando, namun pemberian nama Commando dirasakan terlalu Inggris sehingga akhirnya pasukan tersebut diberi nama Rangers mengingat nama Rangers memiliki sejarah tersendiri dalam militer AS. Mayor William Darby pun kemudian diberi tugas untuk membentuk pasukan tersebut dan Rangers pun kembali lahir dengan dibentuknya 1st Ranger Battalion pada bulan Mei 1942.




Batalyon Ranger ini terdiri dari para sukarelawan yang diambil dari personel 1st Armored Division dan 34th Infantry Division. Pasukan ini kemudian menjalani latihan keras dengan bantuan para pelatih dari pasukan Commando Inggris. 




Pada bulan Agustus 1942 Rangers menjalani operasi tempur pertama mereka ketika ikut dilibatkan dalam Dieppe Raid pada tanggal 19 Agustus 1942. Sebanyak lima puluh orang personel 1st Ranger Battalion dilibatkan dalam pendaratan amfibi yang kacau balau tersebut. Tiga orang Ranger tewas dan tujuh orang menjadi tawanan perang dalam serangan tersebut. Dalam serangan tersebut Kopral Franklin “Zip” Koons menjadi personel militer AS pertama yang menembak mati tentara Jerman dalam Perang Dunia II.



Dalam operasi militer di Tunisia, Ranger melakukan serangan hit and run jauh ke posisi pasukan Italia di kota Sened di Tunisia yang bejarak sekitar 50 km dari perbatasan Aljazair dengan Tunisia. Serangan tersebut dilakukan pada malam hari tanggal 12 Februari 1943 dan sangat mengejutkan pasukan Italia dari 10th Bersaglieri Regiment yang berada di Sened. Dalam serangan tersebut seorang Ranger tewas dan 18 orang lainnya luka-luka, namun pasukan Italia harus kehilangan 50 orang tewas dan sepuluh orang lainnya menjadi tawanan perang. Kesuksesan serangan ini mengakibatkan pasukan Italia kemudian menjuluki Ranger sebagai “Black Death”.


Pasukan Sekutu sebetulnya sudah merencanakan sejumlah serangan hit and run yang akan dilakukan oleh Ranger, namun rencana tersebut batal karena pasukan Jerman melancarkan serangan besar-besaran terhadap pasukan Sekutu. Pertempuran sengit antara pasukan Sekutu dengan pasukan Jerman pun pecah di beberapa tempat, termasuk pertempuran yang kemudian dikenal sebagai Battle of Kasserine Pass. Ranger kemudian diperintahkan untuk mengamankan Dernaia Pass dan bertahan dari serangan artileri Jerman. Walaupun dengan korban yang tidak sedikit, namun akhirnya pasukan Sekutu berhasil menghentikan serangan Jerman pada bulan Maret 1943.


Gagalnya serangan Jerman tersebut bisa dikatakan menjadi akhir dari Afrika Korps karena setelah itu pasukan Sekutu melancarkan serangan balik terhadap pasukan Jerman yang sudah compang-camping tersebut. Ranger ikut terlibat dalam sejumlah serangan tersebut, termasuk dalam perebutan dataran tinggi di daerah Djebel el Ank di mana Ranger berhasil menawan tidak kurang dari 200 orang tentara Jerman. Setelah Djebel el Ank, Ranger juga berhasil menguasai Djebel Berda yang terletak 8 km dari Djebel el Ank. Di Djebel Berda pasukan Ranger sempat terkepung selama tiga hari oleh pasukan Jerman sebelum akhirnya kepungan tersebut berhasil ditembus oleh pasukan AS dari 9th Infantry Division.


Pasukan Jerman di Afrika Utara akhirnya menyerah pada bulan Mei 1943 dan pertempuran di Afrika Utara berakhir dengan kemenangan Sekutu. Pasukan Ranger kemudian ditarik garis belakang untuk beristirahat dan menjalani latihan sebagai persiapan pendaratan pasukan Sekutu di Italia. Pada saat tersebut Darby diberitahu bahwa ia harus mebentuk dua batalyon Ranger tambahan untuk pendaratan di Italia. Darby menginginkan agar setiap batalyon Ranger memiliki personel yang berpengalaman selain ditambah dengan para anggota baru. 1st Ranger Battalion pun kemudian dipecah menjadi enam kompi : kompi A dan B digunakan sebagai dasar pembentukan 3rd Ranger Battalion, sedangkan kompi E dan F digunakan sebagai dasar pembentukan 4th Ranger Battalion. Sementara kompu C dan D digunakan untuk membangun kembali 1st Ranger Battalion.

Selain tiga batalyon Ranger di Afrika Utara, Angkatan Darat AS juga memerintahkan pembentukan dua batalyon Ranger lainnya yaitu 2nd Ranger Battalion dan 5th Ranger Battalion. Sejumlah personel Ranger pun akhirnya ditarik dari Afrika Utara dan ditugaskan sebagai pelatih bagi dua batalyon Ranger yang baru dibentuk tersebut.


Pendaratan di Sicilia

Pada tanggal 10 Juli 1943 pasukan Sekutu mendarat di Sicilia sebagai langkah awal untuk kemudian menyerbu wilayah daratan Italia. Dalam operasi pendaratan di Sicilia ini 1st Ranger dan 4th Ranger mendapat tugas untuk melumpuhkan pertahanan Jerman dan Italia di kota pelabuhan Gela dan mengamankan pendaratan pasukan dari 1st Infantry Division. Mendarat pada dini hari dan di tengah cuaca buruk, dua batalyon Ranger ini berhasil melumpuhkan pertahanan pantai di Gela dan selanjutnya membuat garis pertahanan di sekeliling kota untuk mengantisipasi serangan balik pasukan Jerman dan Italia. Sepanjang hari itu Ranger terlibat pertempuran sengit dan dengan bantuan tembakan artileri serta meriam Angkatan Laut AS berhasil mematahkan tiga kali serangan pasukan Jerman dan Italia. Setelah berhasil mengamankan Gela, pasukan Ranger terus bergerak dan kemudian berhasil merebut San Nicola dan Monte Delta Lapa, sebelum kemudian terus bergerak untuk merebut Butera.


Sementara 1st Ranger dan 4th Ranger membantu 1st Infantry Division, 3rd Ranger juga dilibatkan dalam pendaratan di Sicilia ini. Batalyon Ranger ini didaratkan di Licata dan membuka jalan bagi pendaratan 3rd Infantry Division. Selain mengamankan Licata, 3rd Ranger juga berhasil mengamankan beberapa kota lainnya seperti Campobello, Naro, Favara, Agrigento, wilayah pegunungan Montaperto, dan kota pelabuhan Monntaperto. Setelah menguasai Montaperto, 3rd Ranger kemudian bergabung dengan dua batalyon Ranger lainnya dan bersiap untuk melancarkan serangan lebih lanjut.

Pasukan gabungan Ranger ini kemudian berhasil menduduki Palermo yang merupakan ibu kota Sicilia dan selanjutnya terus melancarkan serangan ke kota pelabuhan Messina. Pertempuran di Sicilia berakhir setelah pasukan Jerman yang tersisa dievakuasi melalui laut menuju daratan Italia dan Messina jatuh ke tangan pasukan Sekutu. Ketiga batalyon Ranger ini kemudian ditarik kembali ke Palermo untuk beristirahat dan bersiap untuk didaratkan di wilayah daratan Italia.


Operation Alavanche : Pendaratan di Italia

Pada tanggal 3 September 1943 pasukan Inggris dari 8th Army melancarkan Operation Baytown, melakukan pendaratan amfibi di Reggio di Calabria. Enam hari kemudian pasukan Sekutu melancarkan dua operasi sekaligus yang merupakan pendaratan pasukan Sekutu di Italia : Operation Slapstick yang dilakukan oleh pasukan Inggris dari 1st Airborne Division di pelabuhan Taranto dan Operation Alavanche yang merupakan pendaratan pasukan AS dari 5th Army di Teluk Salermo. Dalam operasi militer ini tugas dari pasukan Ranger adalah menduduki daerah pegunungan Lattari. Pegunungan Lattari mempunyai posisi yang strategis karena dari daerah tersebut dapat mengawasi secara langsung Pimonte Pass, Chiunzi Pass, dan Almafi Drive yang merupakan tiga jalur transportasi utama dari kota Naples. Dalam tugasnya kali ini pasukan Ranger dibantu oleh 509th Parachute Infantry Battalion.

Pasukan Ranger mendarat di pantai Salerno pada pukul 03.20 dini hari dan tiga jam kemudian sudah berhasil melumpuhkan pertahanan Jerman dan menguasi pegunungan Lattari. Namun pasukan Jerman kemudian melancarkan serangan balik besar-besaran untuk menguasai kembali pegunungan Lattari dan sekaligus menggagalkan pendaratan pasukan Sekutu di Salerno. Serangan balik pasukan Jerman tersebut sangat gencar sehingga 4th Ranger Battalion terpaksa mundur ke Vico Equensa, namu 1st Ranger dan 3rd Ranger tetap bertahan walaupun bisa dikatakan posisi mereka akhirnya terkepung oleh pasukan Jerman.


Pada awalnya Ranger diberitahu bahwa mereka hanya perlu mempertahankan daerah pegunungan tersebut selama empat hari sebelum kemudian akan digantikan oleh pasukan lain. Pada kenyataannya pasukan AS kesulitan bergerak setelah mendarat di Salerno karena perlawanan Jerman ternyata sulit dipatahkan dan pasukan Sekutu tidak menyangka bahwa Jerman akan mampu melancarkan serangan balik yang sangat cepat dan hebat. Sebagai akibantnya pasukan Ranger terkepung selama lebih dari tiga minggu di pegunungan Lattari dan pengiriman logistik ke posisi mereka hanya dapat dilakukan lewat udara. Walaupun demikian, pasukan Ranger tetap bertahan dan berhasil mematahkan sejumlah serangan pasukan Jerman. Dengan berada di pegunungan , posisi mereka sangat strategis dan berhasil mengarahkan sejumlah serangan artileri ke posisi-posisi pasukan Jerman. Perlawanan Jerman akhirnya dapat dipatahkan dan pertempuran di Salerno berakhir pada Oktober 1943 dengan dikuasainya kota Naples oleh pasukan Sekutu.


Pertempuran Musim Dingin 1943

Setelah pertempuran Salerno, pasukan Ranger ditarik ke San Lazzaro untuk beristirahat sebelum akhirnya diperintahkan untuk kembali bergerak untuk menyerang pertahanan Jerman yang dikenal sebagai Gustav Line. Pasukan Ranger terlibat pertempuran di Venafro dan kemudian berhasil menguasai Monte Corno dan Monte San Croce. Selanjutnya Ranger terlibat pertempuran dengan pasukan Jerman di sekitar Concasalle dan selanjutnya melancarkan serangan untuk merebut Monte Rotondo dan San Pietro. Pada pertengahan Desember 1943 Ranger akhirnya ditarik ke Naples untuk beristirahat dan memperoleh tenaga pengganti. Selama pertempuran di musin dingin 1943 ini lebih dari 40% anggota Ranger menjadi korban, baik dalam pertempuran ataupun karena cuaca musim dingin yang keras


Battle of Cisterna : Kehancuran Rangers

Pada tanggal 22 Januari 1944 pasukan Sekutu melancarkan Operation Shingle, pendaratan amfibi pasukan AS dan Inggris di Anzio dan Nettuno. Operation Shingle dipimpin oleh Mayor Jenderal John Lucas dari AS.


Pada awalnya pendaratan berjalan dengan lancar dan bisa dikatakan tanpa perlawanan yang berarti. Namun Mayjen Lucas tidak segera memenrintahkan pasukannya untuk segera bergerak meninggalkan pantai karena ia tidak yakin akan kekuatan pasukannya. Sebagai akibatnya, gerak maju pasukan Sekutu kehilangan momentum dan Jerman memperoleh waktu untuk memperkuat pasukan mereka. Para pimpinan militer AS pun menjadi tidak sabar dan segera mendesak Mayjen Lucas untuk segera bergerak. Pasukan Sekutu akhirnya bergerak meninggalkan pantai pada tanggal 30 Januari 1944.

Pasukan Ranger kemudian diperintahkan bergerak ke Cisterna, membuka jalan bagi 3rd Infantry Division. 1st Ranger Battalion dan 3rd Ranger Battalion melaksanakn tugas tersebut dengan dibantu oleh satu peleton pasukan dari 3rd Reconnaissance Troop. Serangan untuk menduduki Cisterna kemudian dilakukan pada malam hari tanggal 30 Januari 1945.

Pada saat perencanaan misi, Ranger diberitahu bahwa mereka hanya akan menghadapi pertahanan Jerman yang terdiri dari para pasukan infantri. Namun akibat jeda waktu yang terlalu lama antara pendaratan di Anzio dengan pelaksanaan serangan ke Cisterna, pasukan Jerman memperoleh waktu untuk memperkuat pertahanan mereka. Sebagai akibatnya, dua batalyon Ranger di Cisterna akhirnya terkepung dan harus menghadapi pasukan Jerman yang terdiri dari 26th Panzergrenadier, 715th Infantry Division, serta sejumlah tank dari Herman Goering Division. Akhirnya pecah pertempuran sengit yang dikenal sebagai Battle of Cisterna.


Ranger bertempur dengan sangat berani dalam Battle of Cisterna, namun mereka menghadapi musuh yang sangat tidak seimbang. Sementara pasukan AS dari 4th Ranger Battalion dan 3rd Infantry Division juga berusaha menembus kepungan pasukan Jerman untuk menyelamatkan pasukan Ranger yang terkepung, namun mereka gagal menembus kepungan tersebut. Ketika pertempuran berakhir, hanya enam orang dari 1st Ranger dan 3rd Ranger yang berhasil meloloskan diri dari Cisterna. Sementara sekitar 400 orang lainnya ditawan oleh pasukan Jerman dan sisanya tewas di medan perang.

Battle of Cisterna bisa dikatakan menghapuskan 1st Ranger dan 3rd Ranger dari struktur kekuatan militer AS. Hanya sekitar 150 orang dari kedua batalyon tersebut yang tersisa, kebanyakan adalah para anggota unit-unit bantuan yang tidak ikut dikirim ke Cisterna. 1st Ranger Battalion dan 3rd Ranger Battalion akhirnya dibubarkan pada tangal 15 Agustus 1944. Para personel yang tersisa kemudian dikirim pulang ke AS, beberapa di antaranya kemudian ditugaskan menjadi instruktur pusat pelatihan tempur infantri dan sisanya ditugaskan ke 1st Regiment dari US-Canadian 1st Special Service Force. William Darby (yang sudah dipromosikan menjadi Kolonel) kemudian ditugaskan memimpin 179th Infantry Regiment di 45th Infantry Division, sementara Mayor Jenderal John Lucas dicopot dari jabatannya dan dipulangkan ke AS untuk memimpihn 4th Army di Texas.


4th Ranger Battalion sendiri tetap berada di Italia sebelum akhirnya juga dibubarkan pada tanggal 26 Oktober 1944. Para persenol dari batalyon ini kemudian banyak yang ditugaskan di 2nd Ranger Battalion dan 5th Ranger Battalion, menyusul kehilangan banyak personel Ranger dalam Battle of Normandy dan Battel of Hurtgen Forrest.


29th Provisional Ranger Battalion


Pada saat 1st Ranger Battalion masih bertempur di Afrika Utara, pasukan AS di Inggris sempat membentuk satu unit pasukan Ranger yang diberi nama 29th Provisional Ranger Battalion. Batalyon ini dibentuk pada bulan Desember 1942 dengan para personelnya merupakan sukarelawan yang berasal dari 29th Infantry Division. Berbeda dengan 1st Ranger Battalion yang beroperasi dalam tingkat kompi atau batalyon, 29th Provisional Ranger Battalion beroperasi dalam tim-tim kecil yang beranggotakan kurang dari 10 orang tergantung dari misi yang hendak dilaksanakan. Batalyon ini sering beroperasi bersama pasukan Inggris dari No.4 Commando dan melakukakn sejumlah serangan dan sabotase terhadap pasukan Jerman di Perancis.

Batalyon ini tidak berumur lama dan dibubarkan pada bulan Oktober 1943 seiring dengan kedatangan 2nd Ranger Battalion dan 5th Ranger Battalion di Inggris. Para personel 29th Provisional Ranger Battalion kemudian kembali ke 29th Infantry Division.


Ranger di Front Eropa Barat : 2nd Ranger Battalion dan 5th Ranger Battalion

Dibubarkannya 1st Ranger Battalion, 3rd Ranger Battalion, 4th Ranger Battalion, dan 29th Provisional Ranger Battalion bukan berarti menjadi akhir dari aksi pasukan Ranger dalam Perang Dunia II di front Eropa. Angkatan Darat AS masih memiliki dua batalyon Ranger yang kemudian ikut dilibatkan dalam pendaratan di Normandia : 2nd Ranger Battalion yang dibentuk pada tanggal 1 April 1943 dan 5th Ranger Battalion yang dibentuk pada tanggal 1 September 1943.


Pada pendaratan di Normandia tanggal 6 Juni 1944 kedua batalton Ranger ini diperbantukan pada 29th Infantry Division dan mendarat di Omaha Beach. Di sinilah Mayor Jenderal Norman Cota dari 29th Infantry Division meneriakkan perintah “Lead the Way, Rangers” yang kemudian diadopsi menjadi motto pasukan Ranger. 2nd Ranger Battalion yang dipimpin oleh Kolonel James Rudder memperlihatkan keberanian mereka dengan menyerbu Pointe du Hoc dan melumpuhkan enam meriam kaliber 150mm milik pasukan Jerman yang mengancam operasi pendaratan pasukan Sekutu. Melalui pertempuran sengit selama dua hari, Pointe du Hoc akhirnya dapat dikuasai walaupun dari 225 orang Ranger yang terlibat dalam serangan tersebut akhirnya hanya 90 orang yang berhasil selamat dari pertempuran dengan pasukan Jerman. Sementara 2nd Ranger bertempur merebut Pointe du Hoc, 5th Ranger Battalion bertempur melumpuhkan bunker-bunker pertahanan pasukan Jerman dan selanjutnya berhasil menguasai jalan menuju kota Vierville-sur-Mer.


Setelah pendaratan di Normandia, kedua batalyon Ranger tersebut ditarik untuk berisitarahat, memperoleh tenaga pengganti, dan melakukan tugas-tugas patroli tempur di Perancis. Pasukan Ranger kemudian diperintahkan untuk membantu serangan ke kota pelabuhan Berst pada bulan Agustus 1944. Berst adalah kota pelabuhan yang sangat strategis dan dipertahankan dengan sangat kuat oleh pasukan Jerman. Pertempuran merebut Berts berlangsung sengit selama lebih dari sebulan sebelum akhirnya kota tersebut berhasil dikuasai oleh pasukan Sekutu pada tanggal 19 September 1944.

Jatuhnya Berst menandai berakhirnya tugas pasukan Ranger untuk sementara waktu. Kedua batalyon ini kemudian lebih banyak melaksanakan tugas-tugas patroli tempur sebelum akhirnya pada tanggal 6 Desember 1944 2nd Ranger Battalion dikirim untuk bertempur dalam Battle of Hurtgen Forest di perbatasan Jerman dengan Belgia. Selama dua hari 2nd Ranger Battalion terkepung di sebuah bukit yang disebut sebagai Hill 400 dan bertahan dari tembakan artileri serta serangan balik pasukan Jerman sebelum akhirnya terpaksa ditarik mundur pada tanggal 8 Desember 1944. 2nd Ranger Battalion menderita korban lebih dari 90 % dalam pertempuran tersebut sehingga terpaksa dibangun ulang.

Dengan banyaknya korban dari 2nd Ranger Battalion dalam Battle of Hurtgen Forest, maka praktis hanya 5th Ranger Battalion yang dalam keadaan siap tempur saat terjadinya Battle of The Bulge. Semula 5th Ranger Battalion bertugas untuk menjaga keamanan markas besar 12th Army Group pimpinan Jenderal Omar Bradley, namun kemudian batalyon diperbantukan kepada 6th Cavalry Group yang merupakan bagian dari 3rd Army pimpinan Jenderal George Patton. Dalam Battle of The Bulge, 5th Ranger Battalion tidak terlibat dalam pertempuran besar namun banyak melakukan serangan-serangan hit and run terhadap sejumlah posisi pasukan Jerman.


6th Ranger Battalion di Front Pasifik

Kisah Ranger dalam Perang Dunia II tidak hanya terjadi di front Afrika Utara, Italia, dan Eropa Barat saja tetapi juga di front Pasifik. Letnan Jenderal Walter Krueger sebagai komanadan 6th Army menyadari bahwa pasukan AS di front Pasifik pun membutuhkan pasukan seperti Ranger. Korps Marinir AS memang memiliki pasukan Marine Raiders, namun Angkatan Darat AS sama sekali tidak memiliki pasukan seperti itu. Akhirnya Angkatan Darat AS memutuskan untuk mengkonversi 98th Field Artillery Battalion menjadi sebuah batalyon Ranger. 6th Ranger Battalion pun kemudian dibentuk pada tanggal 24 September 1944 dan dipimpin oleh Kolonel Henry Mucci.


6th Ranger Battalion adalah pasukan Angkatan Darat AS pertama yang kembali ke Filipina sejak tahun 1942. Mereka mendarat di kepulauan Suluan dan Dinagat pada tanggal 17 Oktober 1944, tiga hari sebelum pendaratan pasukan AS di Leyte. Pasukan Ranger kemudian melumpuhkan stasiun radio dan radar Jepang sekaligus menyiapkan lampu-lampu navigasi untuk memandu armada AS yang akan melakukan pendaratan di Leyte. Setelah pasukan AS mendarat, 6th Ranger kemudian bertugas menjaga keamanan di markas besar 6th Army sekaligus mengamankan pangkalan udara di Tanuan dan Tolosa. Batalyon ranger ini juga kemudian terlibat dalam pendaratan di Luzon dan mengamankan kepulauan Santiago.


Pada tanggal 28-30 Januari 1945 6th Ranger Battalion melancarkan salah satu operasi militer AS paling sukses dalam sejarah, yaitu penyerbuan ke kamp tawanan perang di Cabanatuan. Serbuan ini dipimpin langsung oeh Kolonel Henry Mucci dan Kapten Robert Prince. Dengan kekuatan 121 orang personel Ranger dan dibantu oleh gerilyawan Filipina, mereka melakukan perjalanan lebih dari 40 km ke garis belakang pertahanan Jepang dan kemudian menyerbu kamp tawanan di Cabanatuan. Dalam serbuan tersebut Ranger berhasil membebaskan 511 orang tawanan dan menewaskan 523 orang tentara Jepang dengan hanya kehilangan dua orang Ranger dan seorang tawanan perang.


Serangan ke Cabanatuan adalah operasi militer yang sangat sukses dan seluruh anggota Ranger yang terlibat dalam serangan tersebut dianugerahi medali penghargaan. Kolonel Mucci dan Kapten Prince diaugerahi Distinguished Service Cross, sementara seluruh perwira lainnya dianugerahi Silver Star serta Bronze Star bagi seluruh bintara dan tamtama.

6th Ranger Battalion tetap bertugas di Filipina sampai akhirnya Jepang menyerah dan Perang Dunia II berakhir. Batalyon kemudian dibubarkan pada tanggal 20 Desember 1945 sekaligus mengakhiri cerita pasukan Ranger dalam Perang Dunia II.


Ranger dalam Perang Korea

Berakhirnya Perang Dunia II juga mengakibatkan berkurangnya kekuatan militer AS secara besar-besaran. Akibatnya pada saat Perang Korea pecah pada tahun 1950 bisa dikatakan pasukan AS sama sekali tidak siap dan tidak memiliki pasukan seperti Ranger yang beroperasi di garis belakang pasukan musuh. Jenderal Joseph Lawton Collins sebagai Kepala Staf Angkatan Darat AS pun memerintahkan pembentukan pasukan serupa, namun pasukan ini hanya memiliki kekuatan setingkat kompi dan memliki kemampuan lintas udara. Akhirnya dibentuk sebanyak lima belas kompi pasukan Airborne Ranger, namun hanya enam kompi yang dikirim ke Perang Vietnam dan sisanya dikirim ke Eropa atau tetap berada di AS. Salah satu kompi Airborne Ranger yang dikirim ke Perang Vietnam adalah 2nd Ranger Company, satu-satunya kompi Ranger dalam sejarah militer AS yang seluruh personelnya adalah tentara berkulit hitam.


Dalam Perang Korea, Ranger beroperasi dalam unit-unit kecil untuk melakukan operasi pengintaian, serangan terbatas ke posisi musuh, atau membuka jalan bagi pasukan yang lebih besar. Operasi-operasi militer dalam skala kecil dan personel terbatas ini sangat berbahaya dan salah satu veteran Ranger dalam Perang Korea sampai mengatakan bahwa, “For the Rangers in Korea, fighting outnumbered and surrounded was routine.” Namun hal ini bukan berarti Ranger tidak pernah diturunkan dalam operasi militer skala besar seperti yang dilakukan oleh 2nd Ranger Company dan 4th Ranger Company ketika bersama dengan 187 Airborne Regimental Combat Team melakukan penerjunan di Munsan untuk memotong gerak mundur pasukan Komunis dari Seoul pada tanggal 23 Maret 1951.

Umur pasukan Ranger dalam Perang Korea tidak panjang karena mulai bulan Juli 1951 Angkatan Darat AS mulai membubarkan kompi-kompi Arborne Ranger tersebut. Walaupun demikian, pelatihan Ranger yang dikenal sebagai Ranger School tidak ikut dibubarkan. Ranger School ini semula hanya mendidik para calon anggota Ranger, namun kemudian diubah sehingga terbuka bagi seluruh anggota Angkatan Darat AS agar para persnonel tersebut juga memiliki kemampuan Ranger.


Ranger dalam Perang Vietnam : Long Range Reconnaissance Patrol (LRRP) dan 75th Infantry (Airborne)

Pada akhir tahun 1950-an negara-negara NATO menyadari bahwa mereka membutuhkan satu unit pasukan yang mempunyai kemampuan khusus beroperasi di belakang garis pertahanan musuh, terutama untuk kepentingan pengintaian dan sabotase. Konsep pasukan seperti ini bukan hal yang baru karena dalam Perang Dunia II AS juga memiliki pasukan Ranger yang memiliki kemampuan hampir sama, demikian pula dengan Inggris yang memiliki Long Range Desert Group dan SAS dalam pertempuran di front Afrika Utara. Misi-misi LRRP ini sendiri antara lain adalah melakukan serangan gerilya terhadap pasukan musuh, memandu serangan artileri, pengintaian, forward air control, dan memantau hasil serangan udara.


Awalnya LRRP ini dibentuk untuk keperluan pasukan NATO di Eropa. Namun seiring pecahnya Perang Vietnam maka unit-unit pasukan AS yang berada di Vietnam pun membentuk LRRP. Karena tidak adanya perintah secara resmi membentuk LRRP maka akhirnya setiap divisi atau brigade Angkatan Darat AS yang berada di Vietnam memmbentuk LRRP sendiri. Baru pada tahun 1969 semua unit LRRP yang berada di Vietnam disatukan menjadi satu pasukan tersendiri yaitu 75th Infantry (Airborne) dan semua personel LRRP diberikan status sebagai Ranger. Namun umur pasukan ini tidak lama dan dibubarkann pada tahun 1972 menyusul penarikan mundur pasukan AS dari Vietnam.


75th Ranger Regiment


Berakhirnya Perang Vietnam membawa dampak pengurangan militer AS secara besar-besaran. Namun Perang Yom Kippur pada tahun 1973 memperlihatkan bahwa kondisi dunia internasional sangat rawan terhadap konflik dan AS membutuhkan satu pasukan reaksi cepat yang siap dikirim ke daerah konflik di seluruh penjuru dunia dalam waktu singkat. Jenderal Creighton Abrams sebagai Kepala Staf Angkatan Darat memerintahkan untuk membentuk kembali pasukan seperti Ranger dalam Perang Dunia II. Pada tanggal 31 Januari 1974 1st Ranger Battalion pun dibentuk dan menyusul 2nd Ranger Battalion yang dibentuk pada tanggal 1 Oktober 1974. Pengaktifan kembali 1st Ranger dan 2nd Ranger ini sekaligus merupakan lahirnya kembali Ranger di era modern.

Pada bulan April 1980 Ranger dipersiapkan untuk terlibat dalam Operation Eagle Claw, upaya pembebasan sandera di Kedutaan Besar AS di Teheran. Tugas Ranger dalam operasi tersebut adalah mengamankan bandara di Manzariyeh yang terletak 55 km dari Teheran di mana para sandera yang berhasil dibebaskan akan diterbangkan dengan pesawat C-141. Namun operasi ini berakhir dengan kegagalan akibat badai pasir dan kurangnya pengalaman para personel militer AS. Operasi berakhir dengan musibah dengan bertabrakannya pesawat C-130 AU AS dengan helikopter CH-53 Korps Marinir yang mengakibatkan delapan orang tewas. Berkaca dari pengalaman dalam Operation Eagle Claw ini maka kemudian militer AS membentuk satuan khusus penerbang bagi keperluan operasi-operasi pasukan khusus yang kemudian menjadi 160th Special Operations Aviation Regiment “Night Stalkers”.

Kiprah Ranger selanjutnya adalah dalam Operation Urgent Fury, invasi AS ke Grenada pada tahun 1983 yang sekaligus menjadi debut Ranger di era perang modern. Invasi tersebut dilatar belakangi kudeta militer di Grenada yang dilakukan dengan bantuan Kuba. Khawatir bahwa negara tersebut akan menjadi negara komunis dan ditambah dengan adanya sejumlah mahasiswa asal AS yang berada di Grenada, maka pasukan AS dibantu dengan pasukan dari beberapa negara Karibia lalu melakukan penyerbuan ke Grenada. Dalam operasi ini tugas Ranger adalah mengamankan bandara di Port Salines dan selanjutnya menyerbu True Blue Medical School untuk menyelamatkan sekitar 600 mahasiswa asal AS yang berada di kampus tersebut. Walaupun menghadapi perlawan sengit dari pasukan Kuba, namun Ranger berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik dan Operation Urgent Fury berakhir dengan kesuksesan bagi pasukan AS.


Menyusul kesuksesan Ranger dalam invasi ke Grenada, maka 3rd Ranger Battalion pun kembali diaktifkan pada 3 Oktober 1984 dan ketiga batalyon Ranger tersebut disatukan dalam 75th Infantry Regiment (Ranger) yang dua tahun kemudian berubah menjadi 75th Ranger Regiment. Selain tiga batalyon tempur, diaktifkan pula tiga batalyon latih dengan mengikuti sejarah Ranger dalam Perang Dunia II; yaitu 4th Ranger Training Battalion, 5th Ranger Training Battalion, dan 6th Ranger Training Battalion.

Operasi tempur Ranger selanjutnya adalah Operation Just Cause pada bulan Desember 1989, invasi AS ke Panama untuk menangkap diktator Jenderal Manuel Antonio Noriega. Dalam operasi ini tugas Ranger adalah menguasai bandara Rio Hato dan kemudian melumpuhkan La Comandancia yang merupakan markas besar pasukan Panama. Sama seperti di Grenada, Ranger pun berhasil melaksanakan tugasnya dengan sukses daan Operation Just Cause berakhir dengan ditangkapnya Noriega pada tanggal 3 Januari 1990.

Dalam Perang Teluk tahun 1991 Ranger pun kembali diturunkan, namun hanya berkekuatan satu peleton yang berasal dari Kompi A 1st Ranger Battalion. Dalam Operation Desert Storm Ranger melaksanakan sejumlah misi pengintaian, serangan hit and run ke sejumlah posisi pasukan Irak, dan ditugaskan sebagai pasukan reaksi cepat dalam keadaan darurat. Peleton Ranger ini baru ditarik pulang ke AS pada bulan April 1991.


Pada bulan Agustus 1993 Ranger dikirim ke Somalia untuk mendukung pasukan perdamaian PBB, namun di Somalia pula Ranger harus kehilangan banyak personel dalam Battle of Mogadishu.


Operation Gothic Serpent


Pada tanggal 3 Oktober 1993 pasukan AS melancarkan Operation Gothic Serpent di Mogadishu untuk menangkap sejumlah tokoh milisi pimpinan Mohamed Farrah Aidid. Para personel militer AS yang dilibatkan dalam operasi ini berasal dari unit-unit pasukan khusus seperti Ranger, Delta Force, 160th Special Operation Aviaton Regiment, Navy SEALS, serta Air Force Pararescuemen dan Combat Controllers dari 24th Special Tactics Squadron.

Namun pasukan AS ternyata menghadapi perlawanan sengit dari milisi dan penduduk Mogadishu. Dua helikopter AS ditembak jatuh dan para personel AS terkepung dan terlibat pertempuran sengit selama lebih dari 18 jam. Pasukan AS kemudian melancarkan operasi penyelamatan yang melibatkan Ranger dan 10th Mountain Division serta dibantu oleh pasukan perdamaian PBB asal Pakistan dan Malaysia. Dalam pertempuran yang dikenal sebagai Battle of Mogadishu tersebut pasukan AS kehilangan 19 orang tewas dan 91 orang luka-luka. Sebanyak 16 korban tewas dan 57 korban luka-luka berasal dari 3rd Ranger Battalion.

Battle of Mogadishu mengakibatkan pasukan AS dari Somalia ditarik mundur pada tahun 1994 dan setahun kemudian seluruh pasukan perdamaian PBB pun ditarik dari Somalia. Kegagalan dalam operasi di Somalia bukan berarti Ranger berhenti melakasanakan operasi tempur. Setahun kemudian Ranger ikut dikirim ke Haiti dalam Operation Restore Democracy dan pada tahun 2000 ikut dikirim dalam operasi pasukan perdamaian NATO di Kosovo.

Kegagalan dalam operasi di Somalia bukan berarti Ranger berhenti melakasanakan operasi tempur. Setahun kemudian Ranger ikut dikirim ke Haiti dalam Operation Restore Democracy dan pada tahun 2000 ikut dikirim dalam operasi pasukan perdamaian NATO di Kosovo.

Ranger pula yang membuka jalan bagi pasukan AS dalam Operation Enduring Freedom di Afghanistan tahun 2001 dan Operation Iraqi Freedom di Irak tahun 2003. Ranger sampai saat ini masih terlibat dalam sejumlah operasi milite di Irak dan Afghanistan.




Sumber : Bolozer 21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar