Selasa, 31 Mei 2011

BRDM-1 TNI (Panser Amfibi 4×4 Dari Era Bung Karno)



Peninggalan mesin perang era tahun 60-an di Republik ini lumayan banyak, terutama yang berasal dari Uni Soviet. Meski sebagian besar arsenal tempur era Bung Karno ini sudah masuk museum, tapi toh masih ada beberapa yang terus digunakan hingga saat ini, contoh nya tank amfibi legendaris PT-76 dan panser amfibi BTR-50 milik Korps Marinir TNI-AL.

Ibarat tak kenal maka tak sayang, pada era tahun 60-an, utamanya saat momen pembebasan Irian Barat, Indonesia ternyata pernah kedatangan panser amfibi 4×4 yang cukup legendaris, yakni BRDM (Bronirovannaya Razvedyvatelnaya Dozornaya Mashina)-1. Panser untuk misi intai ini terbilang unik, sebab BRDM-1 dilengkapi 4 roda tambahan yang bisa dinaikan dan diturunkan. Guna 4 roda tambahan tersebut untuk meningkatkan performa panser saat melahap medan off road.

BRDM-1 dirancang dengan beberapa versi, dari mulai versi standar hingga versi lanjutan yang mampu menggotong 3 sampai 6 rudal anti tank ‘Sagger’. BRDM-1 versi Indonesia adalah versi standar, dirancang untuk dipersenjatai senapan mesin kaliber sedang 7,62 mm atau senapan mesin berat Dshk kaliber 12,7 mm. Secara keseluruhan, versi BRDM-1 mencakup varian Command Vehicle, Radiological Chemical Reconnaissance Vehicle, dan BRDM-1 with Sagger.

BRDM-1 diawaki oleh empat orang, (driver, co-driver, gunner, dan komandan). Untuk melaju di lautan, panser ini dilengkapi penangkal gelombang yang bisa digerakan secara otomatis. Untuk melaju di air, panser ini dibekali baling-baling tunggal pada bagian belakang. Panser ini menggunakan mesin tipe GAZ-40PB dengan 6 silinder berbahan bakar bensin. Letak mesin berada di bagian depan.

Menurut sumber dari Wikipedia, Indonesia setidaknya pernah memiliki 10 unit BRDM-1 yang dipesan pada tahun 1962 dan tiba di Tanah Air pada tahun 1963. Populasi BRDM-1 di seluruh dunia diperkirakan lebih dari 10.000 unit, sebagian besar berada di negeri eks sekutu Uni Soviet. Saat ini diketahui salah satu unit BRDM-1 masih dirawat oleh Korps Marinir TNI-AL sebagai kendaraan non operasional. Sisanya, dua unit BRDM-1 bisa Anda lihat di depan gerbang Ksatrian Marinir di Cilandak. Ada lagi 1 unit BRDM-1 menjadi penghuni museum Satria Mandala di Jakarta.


Spesifikasi BRDM-1
Negara Pembuat : Uni Soviet
Produksi : 1957 – 1966
Berat : 5630 Kg
Panjang : 5,7 meter
Lebar : 2,25 meter
Tinggi : 2,9 meter
Kapasitas BBM : 150 liter
Jangkauan operasi : 750 Km (di darat) & 120 Km (di Air)
Kecepatan maksimum : 90 Km/jam di darat & 9 Km/jam di air


Blue Print



Serbia Dituduh Sembunyikan Jenderal Pembantai

Perempuan Bosnia mendoakan korban
pembantaian Jenderal Ratko Mladic
Penangkapan Jenderal pembantai Muslim Bosnia, Ratko Mladic, membuat para keluarga korban perang Bosnia lega dan senang. Namun, mereka menyayangkan lambatnya penangkapan Mladic yang memakan waktu hingga 16 tahun.

Sabaheta Fejzic, yang kehilangan putranya yang berusia 16 tahun dan suaminya pada perang di Srebrenica, mengatakan bahwa Mladic bisa ditangkap sejak lama jika saja pemerintah Serbia tidak melindunginya.

"Serbia melindunginya selama ini sehingga dia bisa menikmati hidup lebih lama. Dia seharusnya ditahan bertahun-tahun yang lalu dan meringkuk di penjara atas kejahatan yang dia lakukan," ujar Fejzic dilansir dari laman Associated Press, Jumat, 27 Mei 2011.

Hal serupa disampaikan oleh warga Sarajevo, Ismet Becar. Dia mengatakan tidak terlalu puas dengan penangkapan Mladic. "Memang terdapat kepuasan bagi korban pembantaian Srebenica, namun pemerintah Serbia selama ini tahu dimana Mladic bersembunyi. Lokasi dan bagaimana dia ditangkap membuktikan hal ini," ujar Becar. 


Berpikir Positif
Warga Sarajevo lainnya, Bakir Izetbegovic, berusaha berpikir positif. Dia mengakui bahwa penangkapan Mladic memang memakan waktu lama, namun penangkapan ini akan menjadi titik tolak bagi perdamaian Bosnia, Serbia dan seluruh wilayah Balkan ke depannya.

"Penangkapan ini oleh Serbia memberikan kita alasan untuk percaya bahwa kita sedang membuka bab baru hubungan dan membantu keluarga korban menghadapi trauma masa lalu," ujar Izetbegovic.

Wanita korban perang, Marija, mengatakan bahwa dia tidak mempermasalahkan kapan tertangkapnya Mladic, yang penting saat ini dia akan segera diadili. 

"Hari ini sangat bersejarah. Saya sangat senang. Mladic telah menghancurkan masa kecil saya dan anak-anak lainnya. Ketika saya remaja, yang ada hanya perang. Penangkapan ini akan mengubah segalanya," ujar Marija.


Dunia Sambut Baik Penangkapan Mladic

Ratko Mladic saat dibawa ke Pengadilan Beograd 
Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, dan beberapa pemimpin lain mancanegara menyambut baik penangkapan buronan kejahatan perang Bosnia, Ratko Mladic, di Serbia. Penangkapan Mladic, dianggap sebagai hari bersejarah bagi para keluarga korban pembantaian di Srebrenica dan kemenangan bagi keadilan internasional.

Menurut kantor berita Associated Press, Kamis 26 Mei 2011, Obama dalam pernyataan tertulisnya di Prancis ketika menghadiri pertemuan G8, mengatakan bahwa sekarang saatnya Mladic menghadapi para keluarga korban dan dunia di hadapan pengadilan internasional.

"15 tahun lalu, Ratco Mladic memerintahkan pembunuhan sistematis terhadap 8000 warga yang tidak bersenjata di Srebrenica. Sekarang, dia dipenjara,"

"Saya memuji Presiden Boris Tadic dan pemerintahan Serbia atas usaha mereka memastikan Mladic ditemukan dan diadili. Kami menunggu dikirimkannya Mladic ke pengadilan internasional di Den Haag," ujar Obama.

Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy, juga menyambut baik penangkapan Mladic. Dia mengatakan bahwa berita tertangkapnya Mladic adalah berita besar.

"Ini adalah keputusan yang berani dari presiden Serbia, dan ini adalah langkah penting menuju integrasi Serbia di masa depan ke dalam Uni Eropa," ujar Sarkozy, dikutip dari stasiun berita CNN.

Setelah dinyatakan sebagai orang yang bertanggung jawab atas kematian 8000 muslim Bosnia pada 1995, Mladic melarikan diri dan menjadi buronan nomor satu dunia.

Bekas panglima tertinggi tentara Serbia-Bosnia ini akhirnya tertangkap Kamis kemarin pada penggerebekan di rumah keluarganya di sebuah desa di utara Serbia. Akibat perang Bosnia Lebih dari 100.000 orang tewas, dan 1,8 juta orang mengungsi.

Perdana Menteri Inggris, David Cameron, mengatakan bahwa penangkapan Mladic adalah sebuah kemenangan. "Ada alasan yang tepat mengapa hukum internasional mencari lelaki ini sejak lama," kata Cameron.

Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon memuji kepemimpinan Presiden Serbia dan pemerintahan Serbia atas penangkapan ini. "Ini adalah hari bersejarah bagi keadilan internasional. Penangkapan ini menandakan langkah yang penting melawan impunitas," kata Ban.


Obama Puji Serbia Atas Penangkapan Mladic

Presiden Barack Obama
Presiden AS Barack Obama mengucapkan selamat kepada pemerintah Serbia, Kamis, atas keberhasilan menangkap tersangka penjahat perang Serbia Bosnia Ratko Mladic dan mengatakan, ia kini menghadapi pengadilan.

"Hari ini adalah hari penting bagi keluarga banyak korban Mladic, bagi Serbia, bagi Bosnia, bagi AS, dan bagi pengadilan internasional," kata Obama dalam sebuah pernyataan.

"Meski kita tidak akan pernah bisa membawa kembali mereka yang dibunuh, Mladic kini harus menjawab korban-korbannya, dan dunia, disebuah pengadilan," katanya.

Mladic, yang dituduh mendalangi pembunuhan 8.000 muslim dan anak-anak di kota Srebrenica dan pengepungan 43 bulan terhadap Sarajevo selama perang Bosnia 1992-1995, ditangkap di sebuah rumah pertanian milik seorang sepupunya, kata seorang pejabat kepolisian.

Ia ditangkap di desa Lazarevo dekat kota wilayah timurlaut, Zrenjanin, sekitar 100 kilometer dari ibukota Serbia, Beograd, dalam penyerbuan polisi menjelang fajar, kata pejabat itu, demikian Reuters melaporkan. 


Kampanye Sekutu di Okinawa Pada Perang Dunia 2

Introduction
Selama berbulan-bulan setelah jatuhnya Saipan pada bulan Juli 1944, para ahli strategi Amerika telah mencari pulau-pulau strategis terdekat lainnya yang dapat diharapkan sebagai pangkalan untuk penyerbuan akhir ke Jepang. Sesuai dengan keputusan Konfrensi Honolulu pada musim panas tahun itu, Jenderal MacArthur berhasil melaksanakan tugasnya menduduki Lyte pada bulan Oktober, dan dia kini sudah berada di Luzon. Begitu Iwo Jima direbut, Laksamana Nimitz berkeinginan untuk menyerang Formosa (sekarang Taiwan), tetapi Formusa akhirnya diabaikan karena Okinawa dianggap lebih baik. 

Pulau yang panjangnya 60 mil itu merupakan yang terbesar di Kepulauan Ryukyu dan hanya berjarak 560 kilometer dari Kyushu dan 1.600 kilometer dari Tokyo, sehingga dapat menjadi pangkalan pembom yang ideal. Okinawa dan pulau satelitnya, Ie Shima, dapat memberi tempat bagi lapangan udara yang cukup untuk menampung sekitar 800 pembom dan pesawat pemburu pengawal yang diperlukan. Para anggota staf Nimitz berpendapat bahwa situasi pertempuran akan mirip dengan pertempuran di Iwo Jima.


Jalan Menuju Okinawa
Invasi Okinawa melebihi semua operasi sebelumnya di kawasan Pasifik. Nimitz, meskipun ditentang oleh Jenderal Le May, menuntut agar semua pesawat pembom B-29 mengurangi serangannya terhadap Jepang untuk mengambil bagian pada pelumpuhan pangkalan-pangkalan musuh di Okinawa. Untuk memperlancar penyerbuan terhadap Okinawa, pasukan Amerika didaratkan di pulau-pulau kecil di sekitarnya. Pendaratan di Kepulauan Kerama di selatan Okinawa ternyata membawa keuntungan yang tidak terduga. 

Peta Strategi Milik Sekutu Untuk Kampanye di Okinawa

Di Kerama, pasukan Amerika menemukan sekitar 350 perahu berawak yang dilengkapi dengan bahan peledak untuk melancarkan serangan bunuh diri terhadap kapal-kapal Amerika. Perahu-perahu itu kemudian dihancurkan. Pasukan Amerika juga berhasil mengambil alih Keise Shima yang letaknya hanya sekitar 10 kilometer di lepas pantai barat daya Okinawa. Dengan demikian, Amerika dapat menghujani pulau itu dengan tembakan ganas selama enam hari, sementara pembom-pembom menebar muatan mautnya dari udara. Di tengah-tengah neraka itu, para penyelam Amerika dari UDT (Underwater Demolition Team, Regu Peledakan Dalam Air) membersihkan pantai Okinawa dari ranjau-ranjau laut Jepang untuk memperlancar penyerbuan.

Pasukan penyerbu Amerika mendarat di pantai Okinawa pada hari Paskah, tanggal 1 April 1945. Para prajuit ini berasal dari Angkatan Darat ke-10 pimpinan Jendral Simon Bolivar Buckner. Kesatuan ini terdiri atas para veteran yang telah ditempa dibelantara medan perang lainnya di Pasifik. Divisi-divisinya telah dikenal baik: Marinir ke-1 dari Guadalcanal, New Britania dan Peleiu; Marinir ke-2 yang diposisikan sebagai cadangan dari Tarawa dan Saipan; Divisi ke-96 dari Leyte; Divisi ke-27 dari kepulauan Marshall dan Saipan; Divisi ke-7 dari Attu dan Lyte; Divisi ke-77 dari Leyte dan Guam; sedangkan Marinir ke-6 yang baru dibentuk terdiri atas para serdadu veteran Eniwetok, Guam dan Saipan. Para serdadu dan marinir ini, prajurit elit di Pasifik, akan memerlukan pengalaman yang mereka peroleh dalam pertempuran-pertempuran tak terhitung dengan Jepang akibat taktik pertahanan baru sang lawan.


Taktik Baru Jepang
Staf umum Kekaisaran di Tokyo telah memutuskan bahwa taktik ala Banzai terlalu mahal, dan teori “temui mereka di pantai” diganti dengan “biarkan musuh mendatangi kita”. Taktik semacam ini mengambil korban jiwa yang besar di antara pasukan A.S. yang merebut Iwo Jima.

Taktik yang sama menunggu Angkatan Darat ke-10 di Okinawa, di mana Jendral Ushijima Mitsuru, seorang veteran perang Birma, memegang komando Angkatan Darat ke-32 bersama kepala stafnya, Letnan Jendral Cho Isamu, yang cemerlang. Sebagai seorang realis, Ushijima mengerti benar kekuatan apa yang dihadapinya. Tidak ingin menghambur-hamburkan persediaan, ia merencanakan suatu sistem pertahanan habis-habisan di selatan pulau itu. Strategi terakhir Jepang untuk Okinawa termasuk juga Kamikaze pada tingkat maksimal. Ushijima harus menunggu untuk membuka perangkapnya sampai tibanya satuan-satuan Kamikaze dari pulau-pulau utama dan menghancurkan ratusan kapal perang yang berada di lepas pantai. 

Setelah pasukan darat A.S. diputuskan hubungannya dengan kapal-kapal perbekalan dan bala bantuan yang seperti tak terbatas itu, barulah Ushijima dapat melancarkan serangan guna memperoleh suatu kemenangan luar biasa bagi Jepang dan Kamikaze itulah kuncinya. Jika mereka gagal, usaha Ushijima boleh dikatakan tidak berguna sama sekali. Sang Jenderal mengamati dengan diam-diam ketika satuan tempur A.S. menduduki Kerama. Ia juga mengawasi dengan tenang di saat barisan serdadu-serdadu pertama bergerak di pantai-pantai pulau itu pada tanggal 1 April.


Pendaratan
Titik pusat dari pulau itu, yang terletak pada sungai Busha, dipilih sebagai lokasi pendaratan. Divisi Marinir-1 dan ke-6 beserta Divisi Infanteri ke-7 dan ke-96 didaratkan oleh 113 kapal yang berada di bawah pimpinan Laksmana Raymond K. Turner. Tujuan mereka ialah Desa Hagushi yang di belakangnya memiliki dataran yang menanjak sedikit demi sedikit, sehingga menyediakan jalan yang lancar dari basis pendaratan menuju dua sasaran utama, lapangan udara Yontan dan Kadena, masing-masing hanya sekitar 1,5 kilometer dari pantai.

Marinir AS bersiap-siap mendarat di Okinawa

Kolumnis surat kabar kawakan Ernie Pyle, yang ikut mendarat bersama Marinir, tercengang oleh pemandangan tenang di sekitarnya; “Belum pernah saya melihat pantai penyerbuan seperti Okinawa,” lapornya. “Tidak ada prajurit yang tewas atau terluka di seluruh sector ini. Korps kesehatan duduk di antara beberapa karung berisi pembalut, plasma dan usungan, karena tidak ada pekerjaan. Tidak ada satu kendaraan pun yang terbakar, atau perahu yang hancur di terumbu atau di pantai. Pembantaian besar-besaran yang hampir tak terhindarkan dalam suatu serbuan secara mengagumkan dan menggembirakan tidak terjadi di sana.”

Tidak ada perlawanan apa pun. Timbul pendapat bahwa musuh tidak ada di Okinawa. Pada hari pertama pendaratan, pulau itu sudah terpotong dan pendudukan lapangan udara Yontan dan Kadena hanya menelan korban dua orang tewas. Komandan resimen yang memulai serbuan itu berseru lantang: “Kirim saya seorang Jepang, hidup atau mati. Anak buah saya belum melihat satu pun.…”

Empat puluh delapan jam kemudian setelah pendaratan, Divisi-96 melintasi pinggang pulau dan mencapai pantai sebelah timur. Setelah itu, Marinir ke-6 menuju ke utara, satuan-satuan lain bergerak ke selatan, menuju ke arah ibukota, Naha. Baru pada tanggal 5 April, pasukan A.S. yang bergerak ke selatan di Okinawa mulai menyadari bahwa perlawanan sebenarnya baru dimulai. Seorang penulis kronik secara singkat menggambarkan situasi baru itu: “Bulan madu telah usai.”

Pada saat itu, para prajurit Amerika bergerak menuju pos-pos pertahanan Jenderal Ushijima yang tersembunyi. Di saat inilah ia melepaskan suatu kejutan hasil ciptaannya sendiri, yaitu pemusatan artileri terbesar yang pernah dilakukan oleh Tentara Jepang pada satu tempat sepanjang masa perang. Dua ratus delapan puluh tujuh pucuk artileri berat mulai menembaki serdadu-serdadu Amerika yang segera bersembunyi dengan panik ke dalam lubang-lubang perlindungan. Gerakan maju mereka ke arah selatan mendadak terhenti dan korban-korban pun berjatuhan.


Siksaan Kamikaze
Siasat menunda yang direncanakan oleh Ushijima di Okinawa menyebabkan armada raksasa A.S. tertahan hingga tak dapat beranjak serta memaksanya bertindak sebagai pengawal dan jalur perbekalan bagi serdadu yang bertempur di darat. Kekuatan angkatan laut yang tertambat dan tidak dapat memencar atau beroperasi dengan leluasa itu sangat rentan terhadap serangan udara. Komando Tertinggi Jepang sudah memperkirakannya dan bermaksud untuk menghancurkan sejumlah besar armada Sekutu yang akan sangat diperlukan untuk penyerbuan ke Jepang sendiri.

Para Kamikaze muda yg disiapkan untuk pertempuran di Okinawa. Sangat terlihat bahwa tidak tampak sedikitpun kesedihan diwajah mereka.

Tetapi armada laut Jepang tidak mampu melancarkan suatu serangan laut secara konvensional. Sebagian besar kapal induk, kapal tempur, dan penjelajah mereka telah ditenggelamkan atau rusak berat, sebagai korban akibat dari serangkaian pertarungan dengan Angkatan Laut A.S. Para laksamana Jepang yang putus asa kemudian menyusun suatu rencana kontroversial yaitu merelakan sisa Armada kedua --kapal tempur raksasa Yamato, penjelajah ringan Yahagi dan delapan kapal perusak-- akan dikorbankan untuk memancing kapal induk Amerika supaya keluar dari Okinawa. Selanjutnya, mereka harus merapat di pulau itu dan bertempur sampai mati melawan pasukan Amerika di sana.

Namun tulang punggung rencana Jepang tersebut berada di tangan pasukan Kamikaze. Ribuan sukarelawan muda yang tidak terlatih tetapi setia kepada asas Bushido dan siap mempertaruhkan nyawanya demi Kaisar dan tanah air direkrut untuk mengemudikan segala macam pesawat bermuatan bom untuk ditabrakan ke kapal-kapal A.S. Serangan Kamikaze ini diberi kata sandi ‘Ten Go’ (Operasi Surga) di bawah pimpinan Laksamana Madya Ugaki Matome. Serbuannya akan berupa rentetan serangan dalam formasi massal yang disebut ‘kikusui’ (seruni melayang). Nama ini dimaksudkan untuk mencerminkan kemurnian semangat Kamikaze.

Kikusui No. 1 dilancarkan pada tanggal 6 April. Ratusan pesawat Angkatan Laut dan Darat tinggal landas dari lapangan udara di Formosa dan Kyushu dan menuju Okinawa.  Setiap penerbang mengenakan hachimaki putih di keningnya; surat-surat salam perpisahan pun telah dikirimkan ke keluarga masing-masing. Satuan-satuan tempur Amerika pertama yang mencium kehadiran pesawat-pesawat berani mati itu adalah kapal-kapal perusak yang ditempatkan di sebelah utara dari pantai-pantai penyerbuan. Kapal-kapal ini disiagakan di 16 stasiun piket radar yang ditempatkan secara terpisah dalam bentuk lingkaran tak teratur di pulau itu, sepanjang jalur penerbangan yang kemungkinan besar akan dilewati penyerang yang datang.

Kapal-kapal perusak ini berfungsi ganda: sebagai penjaga sekaligus “domba korban”. Sambil tetap mengawasi barisan utama kapal-kapal di selatan, mereka pun bertugas menjadi sasaran Kamikaze dalam usaha menjauhkan “setan-setan udara” itu dari kapal induk raksasa yang sedang menunggu di sekitar pantai. Pesawat-pesawat Jepang muncul secara berpasangan dan dalam kelompok-kelompok besar. Meskipun sebenarnya mereka diharapkan untuk menghantam kapal-kapal induk musuh, namun eksistensi kapal perusak Amerika yang tidak terlindung membuat mereka tidak melihat lebih jauh lagi.

Sepanjang pagi itu, kapal-kapal perusak ini menderita kerusakan parah akibat angin sakal yang bertiup dari haluan. Angkasa dipenuhi kabut hitam dari meriam penangkis pesawat terbang dan air laut dihiasi lingkaran-lingkaran putih yang dihasilkan berondongan senjata pompom ketika kapal-kapal perusak itu memberondong tiap pesawat yang mendekati mereka. Meskipun Jepang menderita kerugian yang tidak sedikit, namun keadaan kapal-kapal lawan juga buruk. Paling sedikit 24 kapal tenggelam atau mengalami kerusakan parah akibat serangan pesawat-pesawat berani mati yang gesit itu.

Keesokan harinya, tanggal 7 April, unsur laut dari Kikusui No. 1 --kapal perkasa Yamato dan armadanya-- berlayar dengan kecepatan penuh menuju Okinawa. Tetapi saat muncul dari Selat Bungo, armada itu dipergoki dua kapal selam Amerika yang segera melaporkan posisinya ke Gugus Tugas 58. Pukul 8.32 pagi kapal-kapal itu terlihat oleh pesawat pengintai dari kapal induk Essex. Laksamana Mitscher memerintahkan kapal-kapal induk dari Gugus Tugas 58 untuk melancarkan serangan umum. Ratusan pesawat pembom, pesawat torpedo dan pemburu tinggal landas secara bergelombang untuk menghadapi lawan. Gelombang kedua sebanyak 167 pesawat tiba di atas Yamato.

IJNS Yamato, merupakan kapal tempur terbesar didunia pada saat itu

Segera setelah tengah hari, pesawat-pesawat Amerika mulai menggempur Yamato dan pengiringnya. Serangan pertama menenggelamkan sebuah perusak dan menyebabkan penjelajahnya rusak berat. Yamato terkena dua bom dan satu torpedo, lalu membelok ke barat, dan kemudian ke selatan, dengan harapan dapat menyelamatkan diri dalam cuaca badai. Tetapi usaha itu gagal. Sekitar pukul satu siang, ketika penyerangan berakhir, mereka telah menghantam Yamato dengan lima torpedo, dan meninggalkan kerusakan yang sangat parah.

Gempuran itu langsung dilanjutkan oleh 106 pesawat dari gelombang ketiga. Satuan udara dari USS Intrepid sedikitnya menghantamkan delapan bom dan sebuah torpedo ke Yamato. Ketika pembom torpedo dari USS Yorktown memulai serangan mereka, kapal itu sangat miring ke kiri dan perut bawahnya yang rawan tersibak.
“Tembak dia di perutnya, sekarang!” perintah pemimpin kelompok pesawat Yorktown. Empat torpedo lagi meledakkan dibagian bawah Yamato.

Kapal perang raksasa itu diporakporandakan oleh rangkaian ledakan dari dalam, kemudian terbalik dan mulai tenggelam. Dari 2.767 awaknya, 23 perwira dan 246 pelaut dapat diselamatkan. Yahagi dan empat perusak lainnya mengalami nasib yang sama, sehingga korban jiwa pihak Jepang meningkat hingga 3.665 orang tewas, termasuk Laksamana Ito Seichi, panglima Armada Kedua. Kerugian yang diderita pihak Amerika adalah 12 pilot dan 10 pesawat.

Pada hari-hari selanjutnya, serangan Kamikaze ditingkatkan. Suatu senjata bunuh diri baru, ‘baka’, memulai pemunculannya dalam aksi penenggelaman perusak USS Mannert L. Abele. Alat bunuh diri ini merupakan sebuah bom berawak yang memiliki kecepatan tukik hingga 800 kilometer perjam. Dalam aksi Kamikaze ini, sekitar 30-an kapal A.S. ditenggelamkan dan 350 buah mengalami kerusakan, antara lain kapal induk USS Enterprise, salah satu kapal veteran perang di Pasifik.

Selama kampanye Okinawa, sekitar 1.900 kamikaze mengorbankan nyawanya, tanpa dapat mencapai hasil yang barangkali dapat dicapai oleh pilot-pilot yang terlatih baik. Total kehilangan pesawat Jepang selama pertempuran di Kepulauan Ryukyu adalah 7.800 pesawat, baik yang ditembak jatuh maupun yang dihancurkan di darat.


Pertempuran Ganas
Meskipun superiotas Amerika tidak dapat dipungkiri, tetapi para serdadu dan marinir Amerika tetap harus berjuang untuk tetap hidup di Okinawa. Di sebelah selatan yang terpotong oleh jurang-jurang, bukit-bukit dan dipertahankan secara kuat oleh pasukan Jepang, serdadu Amerika berlaga di wilayah yang secara unik mengingatkan keadaan di Jepang sendiri, sudah biasa bagi musuh namun segalanya asing bagi mereka.

Marinir AS harus menggunakan tank pemyembur api untuk melawan pasukan Jepang yg bersembunyi digua-gua

Kebengisan pertempuran memuncak hari demi hari. Para Marinir yang berlari maju ke Ponok Cadas --yaitu dua bukit karang yang tinggi, penuh terowongan dan sarang mortar serta senapan mesin-- dihentikan oleh tembakan gencar Jepang sebelum mencapai lereng dibawahnya. Tank-tank penyembur api Amerika membanjiri bukit-bukit itu dengan bergalon-galon bahan bakar cair, memanggang ratusan orang Jepang yang bersembunyi di gua-gua. Menurut kesaksian seorang yang selamat, “Rasanya seperti ayam yang digoreng.” Mereka yang berhasil lolos dari gempuran ini, di luar gua disapu oleh prajurit infanteri yang sudah menunggu dengan butiran-butiran timah panas.

Meriam-meriam Ushijma sendiri tanpa henti-hentinya menembaki mangsanya: prajurit Amerika, yang setengah mati ketakutan bersembunyi di lubang-lubang dangkal. Di bawah dentaman dan raungan senjata api yang tiada hentinya, tidur bukanlah sesuatu yang menyenangkan bagi serdadu Amerika, dan kelelahan mental serta fisik segera menjadi gejala umum. Penderita keletihan tempur mulai memadati rumah sakit divisi sejak pertengahan April, dan sebelum perang berakhir  sekitar 13.000 prajurit Amerika sudah berada di tepi jurang keruntuhan sehingga Okinawa menghasilkan penderita keletihan tempur yang terbanyak dan terparah dalam Perang Pasifik.


Banzai Terakhir
Suatu pertikaian sengit di markas besar Jenderal Ushijima memberikan keuntungan yang tidak terduga bagi Amerika. Jenderal Cho, yang nalurinya selalu memberontak terhadap pertahanan statis, meminta dilakukannya usaha besar-besaran untuk memukul mundur tentara Amerika. Sebagian besar perwira staf memihak Cho, sehingga Ushijima pun akhirnya menyetujui permintaan Cho.

Serangan balasan Jepang dilancarkan pada tanggal 4 mei. Suatu pemboman dahsyat mengawali serbuan diikuti kekacauan dan pertempuran jarak dekat, di mana kawan dan lawan saling melewati tanpa menyadari di tengah-tengah medan laga yang berubah-ubah. Ratusan prajurit Jepang dihancurkan di pantai oleh unsur Divisi Marinir 1, yang mengarahkan senjatanya dengan bantuan pekik banzai mereka. Sebaris serdadu Amerika yang sedang bersantai dibantai oleh prajurit Jepang. Suatu gerakan maju Jepang menjelang sore tanggal 4 Mei berhasil memasuki garis belakang Amerika sepanjang lebih dari satu mil. Namun suatu berondongan senjata yang dahsyat menghabisinya.

Pada hari berikutnya, hasil serbuan Cho sudah jelas bagi Ushijima. Dia memerintahkan pasukannya yang terpukul hebat untuk kembali ke tempat-tempat persembunyian mereka dan kembali mengambil sikap bertahan. Pengaruh Cho dan para pendukungnya runtuh melihat kenyataan pahit ini. Keadaan pasukan Jepang kian memprihatinkan sepanjang bulan Mei dan permulaan bulan Juni ketika pasukan Amerika dengan perlahan-lahan mendobrak maju ke sebelah selatan pulau itu. Pasukan Ushijima tidak mampu membendung gerak maju tersebut. Pada tanggal 31 Mei, Puri Shuri, benteng terakhir Jepang, jatuh ke tangan Amerika.

Serdadu-serdadu Amerika yang memasuki bekas markas besar Angkatan Darat ke-32 Ushijima menyaksikan suatu kehancuran yang sempurna. Granat-granat dan bom-bom berdaya ledak tinggi telah memporakporandakan seluruh kota yang mengelilingi puri itu. Hanya sebuah gereja Metodis dan sebuah bangunan beton bertingkat dua yang masih berdiri. Puri Shuri, tempat raja-raja Okinawa dulu memerintah, tinggal puing-puingnya saja. Pasukan jepang mundur ke selatan dan meninggalkan begitu saja mayat-mayat rekannya. Pusat pertahanan terakhir yang terorganisasi bubar sudah.


Jatuhnya Okinawa
Tanggal 4 Juni, Angkatan Darat ke-32 Jepang hanya tersisa sebanyak 30.000 orang, yang kebanyakan terdiri atas pasukan cadangan dan milisi. Ushijima berusaha membuat sebuah keajaiban kecil dengan membentuk wilayah pertahanan lain, tetapi dia tahu bahwa ini hanya dapat bertahan sementara saja. Babak akhir telah mendekat.

Terlihat sekali rona keletihan di wajah pemimpin Jepang ini

Bahkan sekarang serdadu-serdadu Jepang sudah mengetahuinya. Penyebaran jutaan pamflet yang meyakinkan bahwa mereka akan diperlakukan adil, menyebabkan mereka mempertimbangkan untuk menyerah. Banyak yang menentang hal ini dan memilih bunuh diri. Tetapi untuk pertama kalinya selama masa perang, ratusan serdadu yang kotor dan compang camping keluar dari gua-gua dan berjalan ke arah garis pertahanan Amerika dengan tangan terangkat tinggi-tinggi di kepala. Akhirnya, 10.755 prajurit Jepang menyerah.

Keadaan Jepang sudah tidak ada harapan lagi. Jenderal Buckner menawarkan suatu penyerahan kepada Ushijima melalui sebuah surat yang dijatuhkan dari pesawat terbang. “Pasukan yang Anda pimpin telah bertempur dengan gagah berani dan baik,” kata Buckner, “dan siasat infanteri Anda patut mendapat penghargaan dari lawan Anda. Seperti saya sendiri, Anda adalah jenderal infanteri yang telah mendapat pendidikan lama dan pengalaman yang banyak dalam perang infanteri. Oleh karena itu saya percaya bahwa, seperti saya, Anda pun dengan jelas memahami bahwa kehancuran seluruh perlawanan Jepang di pulau ini hanya masalah waktu saja.”

Ushijima maupun Cho mengabaikan tawaran itu dengan anggapan bahwa sebagai samurai tidaklah sesuai dengan harga diri mereka mempertimbangkan tawaran itu. Kedua Jenderal itu sudah merencanakan mengakhiri hidupnya dengan berhara kiri yang kemudian dilakukan pada 22 Juni. Cho menulis kalimat untuk batu nisannya sendiri sebagai berikut : “Cho Isamu, Letnan Jenderal Angkatan Darat Kekaisaran Jepang. Umur; 51 tahun. Saya mati tanpa sesal, tanpa takut, tanpa malu dan tanpa salah.”

Hari kematian Ushijima, tanggal 22 Juni, menandai berakhirnya perlawanan Jepang yang terorganisasi di Okinawa. Namun masih 10 hari lagi diperlukan untuk pembersihan—tugas berbahaya mengumpulkan serdadu Jepang yang berkeliaran, melumpuhkan tawanan yang berusaha meledakkan diri dengan granat bersama penangkapnya, memeriksa gua dan terowangan yang diperiksa, membunuh serdadu yang lolos dan tidak mau menyerah.


Korban Jiwa

Dari catatan regu Registrasi Pemakaman, angka korban yang tercatat amat besar. Di pihak Jepang kira-kira 110.000 orang tewas dalam pertempuran darat, termasuk di antaranya 42.000 orang sipil. Kemenangan atas Okinawa telah menimbulkan kerugian di pihak Angkatan Darat dan Marinir Amerika dengan 7.613 orang tewas atau hilang dan 31.087 terluka. Selain itu, kerugian besar diderita juga oleh para pelaut dan penerbang Angkatan Laut yang telah menyediakan perbekalan, dukungan udara dan artileri selama tiga bulan lebih bagi kampanye di darat. Serangan kamikaze dan gempuran udara konvensional telah menewaskan 4.320 orang dan mencederai 7.312 personel Angkatan Laut.

Korban yang mengerikan dalam pertempuran Okinawa mengundang kemarahan publik Amerika: mereka menyalahkan “siasat yang ultra konservatif”. Jenderal McArthur, yang telah memimpin sebagian besar pertempuran Pasifik dengan korban minim, ikut bersuara dan menuduh komando Laksamana Nimitz ”mengorbankan ribuan serdadu Amerika karena mereka sebenarnya menghendaki pengusiran Jepang dari pulau itu” dan bukannya mengucilkan Okinawa selatan dan membiarkan pasukan Jepang di sana hancur sendiri.

Tetapi, berapa pun korban Amerika untuk merebut Okinawa, jatuhnya pulau itu merupakan pukulan berat bagi Jepang. Di Tokyo, pemerintah baru pimpinan Perdana Menteri Suzuki Kantaro terkesiap oleh kekalahan itu. “Perdana Menteri kini mengakui bahwa situasi perang ternyata lebih buruk daripada yang ia perkirakan,” demikian bunyi laporan diplomat Shigemitsu Mamoru. “Okinawa memberikan kepastian tentang akhir peperangan.” Sebenarnya, Okinawa telah memungkinkan para petinggi Jepang memikirkan dengan sungguh-sungguh apa yang sebelumnya tidak terpikirkan: kemungkinan mengirim utusan untuk menjajaki perdamaian.

Minggu, 29 Mei 2011

BTR-40 TNI-AD



Introduction
Satu lagi inventaris alutsista TNI-AD yang berusia sepuh, yakni panser BTR (Bronetransporter)-40. BTR-40 bisa dikategorikan sebagai mesin perang satu angkatan dengan tank amfibi PT-76/BTR-50P buatan Rusia yang legendaris. Yakni sama-sama didatangkan pada awal tahun 1960-an. Meski menyandang ”gelar” BTR, panser ringan ini tidak mempunyai kemampuan amfibi. Pada masanya BTR-40 sangat diunggulkan sebagai kendaraan taktis berpenggerak roda 4×4.

Diperkirakan populasi BTR-40 di Indonesia mencapai 85 unit. Dan seperti halnya mesin perang ex Rusia, BTR-40 sempat terbengkalai dalam waktu lama akibat ketiadaan suku cadang. Bisa dikatakan sebagian panser ini telah menjadi besi tua. Sadar akan jumlahnya yang relatif banyak dan kualitas baja yang cukup baik. BTR-40 pada tahun 1995/1996 dicoba untuk ”dibangkitkan” dari ”kubur”. BTR-40 mengalami program retforofit besar-besaran. Utamanya mencakup penggantian mesin dari bensin ke diesel, perangkat komunikasi, rangka, persenjataan, dan masih banyak lainnya. Program retrofit BTR-40 dilakukan oleh Direktorat Peralatan Bengkel Pusat Peralatan TNI-AD. BTR-40 hasil retrofit pertama kali diperlihatkan ke publik pada pameran ABRI di tahun 1995.

Tapi perubahan yang cukup mudah dilihat adalah dilengkapinya BTR-40 hasil retrofit dengan atap model tetutup. Hal ini menjadikan personel dan awak panser terlindungi dari serangan peluru lawan. BTR-40 retrofit pun kini sudah dilengkapi air conditioner. BTR-40 dirancang dengan beragam versi, TNI-AD memiliki tipe APC (Armoured Personel Carrier) dengan bekal standar senapan mesin kaliber 7,62 atau 12 mm. Dengan desain persenjataan yang terbilang minim, akhirnya diputuskan sebagian BTR-40 disalurkan untuk satuan Brimob Polri. Di tangan Polri, justru BTR-40 banyak mengemban penugasan, contohnya keterlibatan BTR-40 dalam menumpas GPK GAM di Aceh.


Sejarah
Pengembangan desain BTR-40 dimulai pada awal tahun 1947 oleh biro Gorkovsky Avtomobilny Zavod (GAZ). Rancang bangun BTR-40 didasarkan dari kendaraan truk tipe GAZ-63 4×4 yang berbobot 2 ton. BTR-40 sejak tahun 60-an hingga kini masih digunakan di banyak negara, terutama di negara-negara sahabat Rusia, seperti RRC, Vietnam, Korea Utara, eks Jerman Timur, Ukraina, Polandia, Yaman Utara, Cuba, dan Mesir. Bahkan Israel pun sempat memiliki BTR-40 hasil dari rampasan perang saat melawan Mesir.

BTR-40 terbilang fleksibel untuk urusan persenjataan, selain versi APC, BTR-40 juga bisa disulap sebagai pengusung mortir dan dapat dipasangi kanon anti serangan udara tipe ZPTU twin gun kaliber 14,5 mm. Di lingkungan TNI-AD, BTR-40 ditempatkan sebagai komponen unit kavaleri di beberapa Kodam di luar pulau Jawa.


BTR-40 Retfofit TNI-AD/Polri
Tentu BTR-40 di era Sukarno berbeda dengan BTR-40 di era reformasi. Untuk urusan body memang tetap dipertahankan, tapi pada versi retrofit ditambahkan armoured steel plate armox 500S setebal 6 hingga 8 mm. Ini menjadikan BTR-40 punya atap, dan personil lebih terlindungi baik dari serangan lawan dan cuaca hujan/panas.

BTR-40 hasil Retrofit

Dari sisi mesin, BTR-40 retrofit menggunakan dapur pacu Isuzu 4 BEI motor diesel dengan 4 silinder. Jumlah percepatan yakni 5 maju dan 1 mundur, tipe silinder Isuzu MSA 5G. Kecepatan maksimumnya 100 km/jam dengan jarak jelajah 660 Km. Bandingkan dengan BTR-40 versi jadoel, mesin menggunakan jenis GAZ-40 motor bensin dengan 6 silinder. Jumlah percepatan 4 maju dan 1 mundur, kecepatan maksimumnya hanya 80 Km/jam dengan jarak jelajah 288 Km. Jelas dari performa mesin, BTR-40 retrofit punya kinerja yang jauh lebih baik.

Bagaimana dengan persenjataan? Untuk versi kavaleri TNI-AD, BTR-40 dilengkapi variasi pilihan senjata, diantaranya pelontar granat otomatis AGL 40mm, senapan mesin berat kaliber 12,7 atau senapan mesin ringan kaliber 7,62 mm GPMG. Untuk menjamin keamanan awak penembak, BTR-40 dilengkapi kubah lapis baja yang dapat berputar kesegala arah. Bila panser terjebak di medan perang tak perlu khawatir, BTR-40 dibekali pelontar granat asap kaliber 66 mm sebanyak 8 tabung. Untuk keamanan pengemudi, BTR-40 punya kaca anti peluru dari jenis bullet protective glass setebal 62 mm dengan kemiringan 45 derajat.

Bila BTR-40 jadoel tak dilengkapi alat komunikasi, BTR-40 retrofit sudah dibekali radio komunikasi tipe PRC 64. Sebagai kendaraan dengan kemampuan four wheel drive, BTR-40 sangat siap untuk terjun di medan off road. Kemampuan ini semakin afdol berkat penambahan alat pionir seperti kapak, skop, gergaji, dan kabel sling. Untuk jelajah off road, BTR-40 dibekali winch, pada versi jadoel winch digerakan secara mekanis pada gearbox dengan beban tarik 5 ton. Sedangkan pada BTR-40 retrofit, winch menggunakan jenis electronic ramsey model RE10.000 dengan beban tarik 4,5 ton.


Spesifikasi BTR-40 Retrofit
  • Panjang : 4,780 meter
  • Lebar : 1,880 meter
  • Tinggi : 2,695 meter (versi kanon dengan kubah)
  • Mesin : Isuzu 4 BE1 Diesel
  • Berat kosong : 4960 Kg
  • Berat tempur : 6000 Kg
  • Awak + personel : 10 orang
  • Radius putar : 6,7 meter
  • Kapasitas tanki : 110 liter
  • Kecepatan max : 100 Km/jam
  • Sumber listrik : Alternator 24 volt

Sabtu, 28 Mei 2011

FV 601 Saladin (di Pakai Jarang, di Buang Sayang)



Introduction
Selain punya panser lawas model Ferret dan Saracen, Korps Kavaleri TNI-AD masih punya panser lain yang juga sama-sama berusia lanjut dan berasal dari satu pabrik, yakni panser berpenggerak roda 6×6 FV601 ”Saladin”. Trio panser, Ferret, Saracen, dan Saladin ketiganya merupakan asal pabrikan Alvis dari Inggris. Trio panser ini sama-sama didatangkan pada awal tahun 60-an. Bila Saracen populer sebagai APC (armoured personal carrier) yang legendaris sebagai kendaraan pengusung peti jenazah Pahlawan Revolusi. Maka Saladin juga punya sisi fenomal yang tak kalah serunya.

Dari segi histori misalnya, bersama Ferret dan Saracen, panser Saladin turut aktif mengamankan Ibu Kota saat terjadi pemberontakan G30S. Trio panser ini memang punya komposisi unit yang ideal. Ferret sebagai kendaraan intai, Saracen sebagai angkut pasukan, dan Saladin berperan sebagai unit panser pemukul. Hal ini tak lain terlihat dari adopsi kanon L5A1 kaliber 76 mm.

Meski sudah berusia lanjut, Saladin masih aktif dioperasikan hingga saat ini, kiprahnya bisa dilihat dalam tiap beberapa latihan tempur. Dalam beberapa operasi pemulihan keamanan, Saladin juga kerap masih muncul, seperti di NAD dan meredam rusuh di Jakarta pada tahun 1998 lalu. Pada awal kedatangannya, Saladin dan kedua saudaranya ditempatkan dalam satuan Yon Kav 7/SerSus Kodam Jaya Jakarta. Namun seiring reorganisasi, panser lawas ini digeser ke satuan-satuan lain di luar Jakarta. Saat ini Saladin diketahui memperkuat unit kavaleri Kostrad dan beberapa Kodam, seperti di Yon Kav/2 Diponegoro dan Yon Kav/10 Hasanudin.


Dari Bensin ke Diesel
Saladin versi lawas mengadopsi mesin bensin Rolls Royce B80 MK 6A dengan 8 silinder. Dengan mesin tersebut, Saladin mempunyai kecepatan maksimum 72 Km per jam dengan jarak jelajah maksimum 402 Km. Konsumsi bahan bakar dengan kecepatan rata-rata 40 Km per jam adalah 1,7 liter. Amunisi yang dibawa mencakup 42 amunisi kanon kaliber 76 mm dan 2750 amunusi kaliber 7,62 mm. Untuk kendali turret dapat dilakukan secara otomatis atau manual oleh komandan dan gunner. Untuk membidik sasaran, kanon tidak dilengkapi stabiliser.

Sedangkan Saladin versi retrofit yang pengerjaannya dilakukan Direktorat Peralatan Bengkel Pusat Peralatan TNI-AD, mencakup pada penggantian dari mesin bensin ke mesin diesel, yakni dengan menggunakan tipe Perkins Phaser Diesel 160T dengan 6 silinder 4 langkah turbocharged. Daya yang dimiliki adalah 160 horse power / 2600 RPM dan torsi 59,23 KGM / 1600 RPM memberikan tenaga yang lebih besar dan pemakaia bahan bakar lebih hemat. Transimis semi otomatis ”Daimler Pre Selective” dengan 5 kecepatan tetap dipertahankan perubahan rasio pada transfer box dari 2,43 menjadi 2,049 mendapatkan variasi kecepatan dan tenaga yang baik.

Performa yang dihasilkan dari Saladin versi retrofit adalah jarak jelajah yang meningkat menjadi 600 Km. Berat tempur meningkat dari 10.900 Kg menjadi 11.600 Kg, namum kecepatan maksimum menurun menjasi 70 Km per jam. Kapasitas tanki bahan bakar menurun dari 240 liter menjadi 200 liter. Konsumsi bahan bakar dengan kecepatan rata-rata 40 Km per jam yakni 3 liter.

Untuk urusan persenjataan tidak ada yang berubah banyak, hanya pada turret terdapat modifikasi persikop khas tank Scorpion. Untuk melaju di medan off road, Saladin kini juga dibekali winch.

Dengan usia alutsista yang tua, tentu performa Saladin sudah mengalami banyak keterbatasan. Meski sudah di upgrade, Saladin sudah jarang ditempatkan sebagai garda alutsista terdepan. Panser jenis ini lebih banyak mengisi hari-hari tuanya sebagai elemen kekuatan di level teritorial terbatas. Singkat kata, seperti ungkapan ”dipakai jarang dibuang sayang”.


Spesifikasi FV601 Saladin
Pabrik : Alvis, United Kingdom
Awak : 3 orang
Konfigurasi : 6×6
Berat : 11.600 Kg
Panjang : 4,93 meter
Lebar : 2,54 meter
Tinggi : 3 meter


Blue Print

Tampak Depan


Tampak Belakang

Jumat, 27 Mei 2011

Sejarah Sniper di Masa Perang Dunia II (1939 – 1945)



Perang Dunia II adalah perang besar yang paling banyak menghasilkan rekor-rekor sniper yang spektakuler dan pastinya tak akan bisa terpecahkan lagi pada masa kini. Dari 54 orang top snipers di Perang Dunia II yang tercatat dalam sejarah, 49 orang dari mereka berhasil menembak lebih dari 100 orang tentara musuh dan 6 orang diantaranya adalah wanita.

Masih banyak top sniper dari berbagai negara yang tidak pernah dicatat dalam sejarah Perang Dunia II, karena umumnya kegiatan para snipers termasuk dalam kategori rahasia militer (kecuali bila untuk kepentingan propaganda), ditambah lagi oleh banyaknya dokumen-dokumen yang hilang, musnah karena perang dan rusak dimakan usia.

Selama puluhan tahun para pencinta sejarah militer dan para penggemar senjata bersusah payah mengumpulkan dan memverifikasi ulang berbagai dokumen, data-data dan cerita mengenai para top snipers.

Simo Hayha, sniper asal Finlandia
Walaupun Finlandia memegang rekor tertinggi sniper dunia, daftar top snipers Perang Dunia II didominasi oleh para sniper Rusia. Ini merupakan bukti bahwa pelatihan, organisasi, taktik dan strategi untuk para sniper Rusia lebih maju dari negara-negara lain saat itu.

Dalam Perang Dunia ke 2, perlombaan teknologi senjata berlangsung dengan sangat cepat, dimulai dengan ditemukannya radar, artileri roket, pesawat jet, bazooka, senapan serbu, peluru kendali dan lain-lain yang diakhiri dengan bom atom.

Senapan sniper juga berkembang dengan pesat, dimulai dengan Rusia yang mengeluarkan senapan sniper semi automatic pertama didunia Tokarev SVT38 (kemudian digantikan SVT40). Jerman segera mengikutinya dengan menjiplak Tokarev SVT40 menjadi senapan semi automatic Gewehr 41 (Walther) yang kemudian digantikan Gewehr 43 (G43) buatan Walther. AD Amerika pun tak mau ketinggalan dalam perlombaan senapan sniper ini dengan mengeluarkan senapan Garrand M1C dan M1D, sedangkan US Marine Corps yang lebih konservatif tetap menggunakan senapan sniper bolt action Springfield M1903.

Sementara itu Inggris juga bersikap konservatif dan menganggap senapan semi automatic kurang akurat dan handal untuk dijadikan senapan sniper. Sampai akhir perang, Angkatan Bersenjata Inggris tetap setia menggunakan senapan sniper bolt action L42A1 yang dibuat berdasarkan senapan Lee Enfield Mk.IV

L42A1, senjata andalan AB Inggris

Senapan semi automatic memungkinkan sniper menembak lebih dari 1 sasaran dengan cepat; bahkan bila tembakan pertama meleset, ia masih punya kesempatan berikutnya untuk menembak musuh dengan cepat. Tetapi karena teknologinya yang belum matang, senapan sniper semi automatic (saat itu) masih punya banyak kekurangan a.l. lebih berat, mahal, rumit, kurang handal, sering macet dan kurang akurat untuk jarak diatas 500 m.

Teleskop dgn pembesaran 4X
Pada bulan-bulan terakhir Perang Dunia ke 2, Jerman juga bereksprimen membuat senapan serbu (assault gun) pertama Strumgewehr 44 (Haenel) yang diberi telescope untuk sniper jarak pendek (dibawah 300 m). Selain senapan, teropong alat bidik (telescope) pun berkembang kekuatan pembesarannya, dimulai dari 1,5X kemudian 3,5X, 4X dan terakhir 6X .

Pada bulan-bulan terakhir Perang Dunia ke 2, Jerman menciptakan teropong malam infra merah pertama didunia. Telescope infra merah itu masih harus dibantu dengan lampu sorot infra merah yang dipasang pada senapan serbu Strumgewehr 44 (Stg 44) buatan Haenel. Oleh Jerman sistim ini diberi nama “Vampir”; walaupun jarak pandangnya masih belum jauh (+150 m), sistem Vampir ini memungkin sniper mereka untuk menembak musuh dengan tepat dikegelapan malam.

Kamis, 26 Mei 2011

Asal Mula Sniper & Prioritas Target Sniper



Istilah sniper untuk pertama kalinya dipakai sebagai salah satu istilah militer resmi bagi penembak runduk oleh AD Jerman pada 1910. Pencipta satuan sniper dengan standar kualifikasi, doktrin oleh organisasi seperti yang kita kenal sekarang adalah tentara kerajaan Jerman sebelum PD I. Jerman pulalah yang untuk pertama kali menciptakan senapan khusus untuk sniper. Bahkan mereka pula yang membuat peluru khusus untuk senapan tersebut. Senapan khusus sniper ini dibuat berdasarkan senapan Mauser Gewehr (Gew.98) kaliber 7,92 mm yang khusus di "Tune Up" agar sangat tepat tembakannya dan di pasangi teleskop pembidik.

Gew. 98 dengan Telescope

Selain harus menembak tepat, sniper juga punya prioritas dalam memilih sasaran tembaknya. Adapun urutan yang terlebih dahulu di lenyapkan adalah sebagai berikut :
  • Sniper musuh harus secepatnya dilumpuhkan  karena tingkat bahayanya nomor satu.
  • Sasaran kedua sniper adalah Komandan, karena dengan melumpuhkan komandan, dapat menimbulkan dampak psikologis yang sangat besar bagi anak buahnya yang di pimpinnya.
  • Sasaran ketiga adalah para operator senjata berat, karena personel ini dilumpuhkan sniper untuk mengurangi resiko serangan musuh.
  • Dan yang keempat adalah operator radio termasuk peralatannya yang berhubungan dengan komunikasi.

Mayor Jenderal J.H.R. Kohler Tewas di Tangan Sniper Aceh

Kian banyak peran senjata api semasa pergolakan menentang Belanda pada abad ke 18 dan 19 membuat beragam senjata api banyak beredar di tangan sejumlah kelompok perlawanan. Sayang, penggunaannya belum maksimal mengingat kesulitan kelompok perlawanan memperoleh amunisinya. Terbukti dari uraian dalam laporan kematian para perwira pasukan kolonial Hindia Belanda yang kebanyakan tewas akibat senjata tajam atau tembakan jarak dekat. 

Mungkin satu-satunya aksi tembak runduk kelompok perawanan yang secara resmi di akui rejim kolonial Belanda adalah insiden tewasnya Mayor Jenderal JHR Kohler di depan Mesjid Raya Baitul Rachman, Kutaraja (kini banda Aceh) pada tanggal 1873. Saat itu pasukan ekspedisi Belanda berkekuatan 5.000 orang yang telah sembilan hari menyerang Kesultanan Aceh berhasil mendobrak pertahanan laskar Aceh di Mesjid Raya dan kemudian membakarnya hingga ludes.

Mayor Jenderal J.H.R. Kohler

Kohler yang tengah mengadakan inspeksi saat situasi sedang lengang hendak beristirahat di bawah sebuah pohon yang berjarak sekitar 100 m dari masjid. Mendadak sebuah tembakan meletus dan mengenai tepat di kepalanya sehingga membuat Kohler tewas seketika. Seketika itu juga si penembak di berondong tembakan oleh tentara Belanda, ternyata pelaku penembakan Kohler diketahui seorang remaja Laskar Aceh berusia 19 tahun yang bersembunyi di reruntuhan masjid.

Dilain pihak, laskar aceh sendiri sempat merasakan betapa ampuhnya sengatan penembak runduk, salah satu tokoh mereka, Teungku Umar, tewas di hajar sebutir peluru emas milik seorang penembak runduk dari satuan elit Marachaussee di pantai Sua Ujung Kuala. Saat itu Teungku Umar tengah merencanakan penyerbuan terhadap kota Meulaboh pada dini hari tanggal 11 Februari 1899.

Rabu, 25 Mei 2011

Perlukah Penembak Misterius Diaktifkan Kembali..?

Di era 1980-an, ketika itu ratusan residivis khususnya di Jakarta dan Jawa Tengah mati ditembak. Pelakunya tak jelas dan tak pernah tertangkap hingga kini, karena itu muncul istilah "petrus", penembak misterius.

Tahun 1983 saja tercatat 532 orang tewas, 367 orang di antaranya tewas akibat luka tembakan. Tahun 1984 ada 107 orang tewas, di antaranya 15 orang tewas ditembak. Tahun 1985 tercatat 74 orang tewas, 28 di antaranya tewas ditembak. Para korban Petrus sendiri saat ditemukan masyarakat sudah dalam kondisi tangan dan lehernya terikat. Kebanyakan korban juga dimasukkan ke dalam karung yang ditinggal di pinggir jalan, di depan rumah, dibuang ke sungai, laut, hutan, jurang atau kebun. Peristiwa penculikan dan penembakan tersebut berlaku bagi mereka yang sewaktu masih hidup diduga sebagai preman, residivis, penjahat, bromocorah, dan kaum kecu dan mereka sering dipinggirkan dalam kehidupan.

Pada era Soeharto, petrus hanya berlaku untuk preman & penjahat kelas teri, mereka yang merampok karena kondisi kepepet dan lapar. Namun TIDAK untuk preman berdasi, mereka yang mencuri karena rakus dan punya kesempatan. Bahkan ada yang berpendapat kalau preman-preman berdasi itu justru punya kedekatan dengan Pak Harto sehingga mereka tidak di-dor.

Mari kita tengok kehidupan masyarakat kita akhir-akhir ini, di mana sangat sering terjadi tindakan brutal dan anarkis yang mungkin hanya gara-gara masalah sepele atau salah faham saja. Lihat saja kasus Blow Fish yang berlanjut ke persidangan, kasus Mbah Priuk, tawuran antar supporter atau antar warga (dimana polisi pun kurang sukses mengatasi amuk massa yang anarkis tersebut) dan yang tak kalah mengerikan adalah maraknya aksi perampokan yang semakin nekat dan sadis atau aksi preman jalanan seperti “kapak merah” dan sejenisnya. Apalagi aksi teroris yang sangat kejam yang bisa mengakibatkan korban massal dan kerusakan yang luas.

Dalam format yang lebih “halus” kita mengenal kasus Century, Gayus Tambunan, Susno Duadji dan masih banyak lagi kasus “halus” yang berbuntut sangat panjang dan terkesan sulit untuk diurai. Bagi kita masyarakat awam, seolah-olah mudah saja menyelesaikan semuanya itu : Lha wong sudah jelas semuanya kok, mau ngapain lagi? Kan tinggal dihukum, beres! Namun apakah demikian jika ditinjau secara hukum? Menurut mereka yang pintar dan sangat menguasai hukum, semuanya itu haruslah bisa dibuktikan secara yuridis formal, seperti yang sering diucapkan oleh Kapolri Bambang Hendarso Danuri.

Di sisi lain, sebagian dari mereka yang kita anggap sebagai pengayom dan pelindung masyarakat atau para petugas pelayanan masyarakat yang notabene merupakan tempat di mana kita mencari perlindungan, keadilan dan pelayanan yang baik dari mereka, justru memperlihatkan kecenderungan perilaku yang mirip dengan kaum yang terpinggirkan. Jaksa, hakim, polisi dan aparat penegak hukum atau aparat pemerintah lainnya justru bisa diajak “bermain” jika ada duitnya. Itu sudah bukan rahasia lagi, bahkan sampai sekarang-pun setelah ada KPK.

Bagaimana ya kira-kira jika “petrus” diaktifkan lagi untuk membersihkan negeri ini dari keberadaan mereka? Jika ditinjau dari sisi kemanusiaan dan HAM, jelas hal tersebut sangat salah. Namun jika ditilik dari segi keamanan dan kenyamanan publik, kok kayaknya negeri ini perlu “petrus”. Bagaimana jika suatu pagi kita menyaksikan berita bahwa mereka para tokoh teroris, koruptor, aparat & pejabat nakal, sampai preman dan penjahat jalanan ditemukan telah tidak bernyawa lagi? Bagaimana jika mereka telah berada di dalam karung atau tubuh mereka digeletakkan begitu saja di suatu tempat? Mungkin tidak semuanya diperlakukan demikian.

Tapi paling tidak ada beberapa yang di-dor, sebagai shock terapi seperti pada era Soeharto. Mungkin saja setelah beberapa “teman seprofesi” nya ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa lagi, bisa menimbulkan efek jera dan mereka menjadi ketakutan dan angka kejahatan menjadi turun. Itu hanya logika orang awam yang sangat sederhana dan apa adanya, tanpa memperhitungkan efek positif & negatif atau resiko ke depan yang tentu akan menimbulkan pendapat pro-kontra. Bagaimana menurut Anda?

P E T R U S (Penembak Misterius)



ORDE BARU 
Dalam sejarah Indonesia dimasa Orde Baru, Militer secara "tersembunyi" pernah menyatakan perang terhadap kejahatan, yang semestinya merupakan urusan polisi dan lembaga-lembaga peradilan. Pernyataan itu muncul dalam bentuk pembinasaan para pelaku atau yang disangka sebagai palaku, tindakan kejahatan pembinasaan "Tersembunyi" yang berlangsung dari awal 1983 hingga awal 1985, yang konon menelan lebih dari 10.000 jiwa, ini lazim disebut Penembak(an) misterius" ("Petrus").

Pada tahun 1983 ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot tajam akibat dari berakhirnya bonaza minyak, sementara arus migrasi ke kota-kota besar semakin meningkat, angka pengangguran di perkotaan menjadi cukup tinggi. Kondisi sosial ekonomi semacam ini merupakan faktor utama meningkatnya angka kejahatan di perkotaan. Kriminalitas yang terjadi pada waktu itu yang bentuknya semakin mengarah pada kejahatan dengan kekerasan, semakin meresahkan masyarakat. Rasa tidak aman kian merasuk dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kota-kota besar. 

Mungkin karena dihadapkan situasi yang demikian inilah, masyarakat menyambut PETRUS secara positif dengan kata lain, ada semacam dukungan publik terhadap PETRUS dan dampak nyata dari PETRUS ini menurunnya angka kejahatan dan semakin pulihnya kembali rasa aman. Jadi PETRUS ini mendapat semacam legitimasi sosial di masyarakat. 


AKHIR ORDE BARU
Kecaman-kecaman dari berbagai pihak bermunculan akibat "PETRUS" mulai dari Pengacara senior seperti Adnan Buyung Nasution, T Mulya Lubis dan lain-lain yang memandang gajala atas PETRUS bertentangan dengan azas-azas hukum, dan jika dibiarkan akan menghambat proses pembangunan itu sendiri dari sudut pandang inilah mereka menyerukan agar "Petrus" dihentikan, kecaman-kecaman lain juga berdatangan untuk menentang PETRUS mulai dari DPR, khususnya dari anggota Komisi III (yang mengurusi masalah-masalah hukum), selain dari kalangan di dalam negeri kecaman terhadap "PETRUS"  juga datang dari luar negeri. Misalnya, Protes keras dari Pemerintah AS, Jerman Barat, Belanda, Kanada, Inggris Vatikan, Australia, dan sebagainya.

Senin, 23 Mei 2011

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo (Pejuang Kemerdekaan Indonesia Yang Kontroversi)



Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo demikian nama lengkap dari Kartosoewirjo, dilahirkan 7 Januari 1907 di Cepu, sebuah kota kecil antara Blora dan Bojonegoro yang menjadi daerah perbatasan Jawa Timur dengan Jawa Tengah. Kota Cepu ini menjadi tempat di mana budaya Jawa bagian timur dan bagian tengah bertemu dalam suatu garis budaya yang unik.

Ayahnya, yang bernama Kartosoewirjo, bekerja sebagai mantri pada kantor yang mengkoordinasikan para penjual candu di kota kecil Pamotan, dekat Rembang. Pada masa itu mantri candu sederajat dengan jabatan Sekretaris Distrik. Dalam posisi inilah, ayah Kartosoewirjo mempunyai kedudukan yang cukup penting sebagai seorang pribumi saat itu, menimbulkan pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan garis sejarah anaknya. Kartosoewirjo pun kemudian mengikuti tali pengaruh ini hingga pada usia remajanya. 

Dengan kedudukan istimewa orang tuanya serta makin mapannya "gerakan pencerahan Indonesia" ketika itu, Kartosoewirjo dibesarkan dan berkembang. Ia terasuh di bawah sistem rasional Barat yang mulai dicangkokkan Belanda di tanah jajahan Hindia. Suasana politis ini juga mewarnai pola asuh orang tuanya yang berusaha menghidupkan suasana kehidupan keluarga yang liberal. Masing-masing anggota keluarganya mengembangkan visi dan arah pemikirannya ke berbagai orientasi. Ia mempunyai seorang kakak perempuan yang tinggal di Surakarta pada tahun 50-an yang hidup dengan penuh keguyuban, dan seorang kakak laki-laki yang memimpin Serikat Buruh Kereta Api pada tahun 20-an, ketika di Indonesia terbentuk berbagai Serikat Buruh. 

Pada tahun 1911, saat para aktivis ramai-ramai mendirikan organisasi, saat itu Kartosoewirjo berusia enam tahun dan masuk Sekolah ISTK (Inlandsche School der Tweede Klasse) atau Sekolah "kelas dua" untuk kaum Bumiputra di Pamotan. Empat tahun kemudian, ia melanjutkan sekolah ke HIS (Hollandsch-Inlandsche School) di Rembang. Tahun 1919 ketika orang tuanya pindah ke Bojonegoro, mereka memasukkan Kartosoewirjo ke sekolah ELS (Europeesche Lagere School). Bagi seorang putra "pribumi", HIS dan ELS merupakan sekolah elite. Hanya dengan kecerdasan dan bakat yang khusus yang dimiliki Kartosoewirjo maka dia bisa masuk sekolah yang direncanakan sebagai lembaga pendidikan untuk orang Eropa dan kalangan masyarakat Indo-Eropa. 

Semasa remajanya di Bojonegoro inilah Kartosoewirjo mendapatkan pendidikan agama dari seorang tokoh bernama Notodihardjo yang menjadi "guru" agamanya. Dia adalah tokoh Islam modern yang mengikuti Muhammadiyah. Tidak berlebihan ketika itu, Notodihardjo sendiri kemudian menanamkan banyak aspek kemodernan Islam ke dalam alam pikir Kartosoewirjo. Pemikiran-pemikirannya sangat mempengaruhi bagaimana Kartosoewirjo bersikap dalam merespon ajaran-ajaran agama Islam. Dalam masa-masa yang bisa kita sebut sebagai the formative age-nya. 

Pada tahun 1923, setelah menamatkan sekolah di ELS, Kartosoewirjo pergi ke Surabaya melanjutkan studinya pada Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), Sekolah Kedokteran Belanda untuk Pribumi. Pada saat kuliah inilah (l926) ia terlibat dengan banyak aktivitas organisasi pergerakan nasionalisme Indonesia di Surabaya. 

Selama kuliah Kartosoewirjo mulai berkenalan dengan pemikiran-pemikiran Islam. Ia mulai "mengaji" secara serius. Saking seriusnya, ia kemudian begitu "terasuki" oleh shibghatullah sehingga ia kemudian menjadi Islam minded. Semua aktivitasnya kemudian hanya untuk mempelajari Islam semata dan berbuat untuk Islam saja. Dia pun kemudian sering meninggalkan aktivitas kuliah dan menjadi tidak begitu peduli dengan ilmu-ilmu yang diajarkan oleh sekolah Belanda, tentunya setelah ia mengkaji dan membaca banyak buku-buku dari berbagai disiplin ilmu, dari kedokteran hingga ilmu-ilmu sosial dan politik. 

Dengan modal ilmu-ilmu pengetahuan yang tidak sedikit itu, ditambah ia juga memasuki organisasi politik Sjarikat Islam di bawah pimpinan Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Pemikiran-pemikiran Tjokroaminoto banyak mempengaruhi sikap, tindakan dan orientasi Kartosuwirjo. Maka setahun kemudian, dia dikeluarkan dari sekolah karena dituduh menjadi aktivis politik, dan didapati memiliki sejumlah buku sosialis dan komunis yang diperoleh dari pamannya yaitu Marko Kartodikromo, seorang wartawan dan sastrawan yang cukup terkenal pada zamannya. Sekolah tempat ia menimba ilmu tidak berani menuduhnya karena "terasuki" ilmu-ilmu Islam, melainkan dituduh "komunis" karena memang ideologi ini sering dipandang sebagai ideologi yang akan membahayakan. Padahal ideologi Islamlah yang sangat berbahaya bagi penguasa yang zhalim. Tidaklah mengherankan, kalau Kartosuwirjo nantinya tumbuh menjadi pribadi yang memiliki kesadaran politik sekaligus memiliki integritas keislaman yang tinggi. Ia adalah seorang ulama besar, bahkan kalau kita baca tulisan-tulisannya, kita pasti akan mengakuinya sebagai seorang ulama terbesar di Asia Tenggara. 

Semenjak tahun 1923, dia sudah aktif dalam gerakan kepemudaan, di antaranya gerakan pemuda Jong Java. Kemudian pada tahun 1925, ketika anggota-anggota Jong Java yang lebih mengutamakan cita-cita keislamannya mendirikan Jong Islamieten Bond (JIB). Kartosoewirjo pun pindah ke organisasi ini karena sikap pemihakannya kepada agamanya. Melalui dua organisasi inilah kemudian membawa dia menjadi salah satu pelaku sejarah gerakan pemuda yang sangat terkenal, "Sumpah Pemuda".

Deklarasi Sumpah Pemuda

Selain bertugas sebagai sekretaris umum PSIHT (Partij Sjarikat Islam Hindia Timur), Kartosoewirjo pun bekerja sebagai wartawan di koran harian Fadjar Asia. Semula ia sebagai korektor, kemudian diangkat menjadi reporter. Pada tahun 1929, dalam usianya yang relatif muda sekitar 22 tahun, Kartosoewirjo telah menjadi redaktur harian Fadjar Asia. Dalam kapasitasnya sebagai redaktur, mulailah dia menerbitkan berbagai artikel yang isinya banyak sekali kritikan-kritikan, baik kepada penguasa pribumi maupun penjajah Belanda. 

Ketika dalam perjalanan tugasnya itu dia pergi ke Malangbong. Di sana bertemu dengan pemimpin PSIHT setempat yang terkenal bernama Ajengan Ardiwisastera. Di sana pulalah dia berkenalan dengan Siti Dewi Kalsum putri Ajengan Ardiwisastera, yang kemudian dinikahinya pada bulan April tahun 1929. Perkawinan yang sakinah ini kemudian dikarunia dua belas anak, tiga yang terakhir lahir di hutan-hutan belantara Jawa Barat. Begitu banyaknya pengalaman telah menghantarkan dirinya sebagai aktor intelektual dalam kancah pergerakan nasional. 

Pada tahun 1943, ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Kartosoewirjo kembali aktif di bidang politik, yang sempat terhenti. Dia masuk sebuah organisasi kesejahteraan dari MIAI (Madjlis Islam 'Alaa Indonesia) di bawah pimpinan Wondoamiseno, sekaligus menjadi sekretaris dalam Majelis Baitul-Mal pada organisasi tersebut.

Majlis Islam A'ala Indonesia

Dalam masa pendudukan Jepang ini, dia pun memfungsikan kembali lembaga Suffah yang pernah dia bentuk. Namun kali ini lebih banyak memberikan pendidikan kemiliteran karena saat itu Jepang telah membuka pendidikan militernya. Kemudian siswa yang menerima latihan kemiliteran di Institut Suffah itu akhirnya memasuki salah satu organisasi gerilya Islam yang utama sesudah perang, Hizbullah dan Sabilillah, yang nantinya menjadi inti Tentara Islam Indonesia di Jawa Barat.

Tentara Islam Indonesia (TII)
Pada bulan Agustus 1945 menjelang berakhirnya kekuasaan Jepang di Indonesia, Kartosoewirjo yang disertai tentara Hizbullah berada di Jakarta. Dia juga telah mengetahui kekalahan Jepang dari sekutu, bahkan dia mempunyai rencana: kinilah saatnya rakyat Indonesia, khususnya umat Islam, merebut kemerdekaannya dari tangan penjajah. Sesungguhnya dia telah memproklamasikan kemerdekaan pada bulan Agustus 1945. Tetapi proklamasinya ditarik kembali sesudah ada pernyataan kemerdekaan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Untuk sementara waktu dia tetap loyal kepada Republik dan menerima dasar "sekuler"-nya.

Namun sejak kemerdekaan RI diproklamasikan (17 Agustus 1945), kaum nasionalis sekulerlah yang memegang tampuk kekuasaan negara dan berusaha menerapkan prinsip-prinsip kenegaraan modern yang sekuler. Semenjak itu kalangan nasionalis Islam tersingkir secara sistematis dan hingga akhir 70-an kalangan Islam berada di luar negara. Dari sinilah dimulainya pertentangan serius antara kalangan Islam dan kaum nasionalis sekuler. Karena kaum nasionalis sekuler mulai secara efektif memegang kekuasaan negara, maka pertentangan ini untuk selanjutnya dapat disebut sebagai pertentangan antara Islam dan negara.

Saat Perang revolusi kemerdekaan
Situasi yang kacau akibat agresi militer kedua Belanda, apalagi dengan ditandatanganinya perjanjian Renville antara pemerintah Republik dengan Belanda. Di mana pada perjanjian tersebut berisi antara lain gencatan senjata dan pengakuan garis demarkasi van Mook. Sementara pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Indonesia, maka menjadi pil pahit bagi Republik. Tempat-tempat penting yang strategis bagi pasukannya di daerah-daerah yang dikuasai pasukan Belanda harus dikosongkan, dan semua pasukan harus ditarik mundur --atau "kabur" dalam istilah orang-orang DI-- ke Jawa Tengah. Karena persetujuan ini, Tentara Republik resmi dalam Jawa Barat, Divisi Siliwangi, mematuhi ketentuan-ketentuannya. Soekarno menyebut "kaburnya" TNI ini dengan memakai istilah Islam, "hijrah". Dengan sebutan ini dia menipu jutaan rakyat Muslim. Namun berbeda dengan pasukan gerilyawan Hizbullah dan Sabilillah, bagian yang cukup besar dari kedua organisasi gerilya Jawa Barat, menolak untuk mematuhinya. Hizbullah dan Sabilillah lebih tahu apa makna "hijrah" itu. 

Pada tahun 1949 Indonesia mengalami suatu perubahan politik besar-besaran. Pada saat Jawa Barat mengalami kekosongan kekuasaan, maka ketika itu terjadilah sebuah proklamasi Negara Islam di Nusantara, sebuah negeri al-Jumhuriyah Indonesia yang kelak kemudian dikenal sebagai ad-Daulatul Islamiyah atau Darul Islam atau Negara Islam Indonesia yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai DI/TII. DI/TII di dalam sejarah Indonesia sering disebut para pengamat yang fobi dengan Negara Islam sebagai "Islam muncul dalam wajah yang tegang." Bahkan, peristiwa ini dimanipulasi sebagai sebuah "pemberontakan". Kalaupun peristiwa ini disebut sebagai sebuah "pemberontakan", maka ia bukanlah sebuah pemberontakan biasa. Ia merupakan sebuah perjuangan suci anti-kezhaliman yang terbesar di dunia di awal abad ke-20 ini. "Pemberontakan" bersenjata yang sempat menguras habis logistik angkatan perang Republik Indonesia ini bukanlah pemberontakan kecil, bukan pula pemberontakan yang bersifat regional, bukan "pemberontakan" yang muncul karena sakit hati atau kekecewaan politik lainnya, melainkan karena sebuah "cita-cita", sebuah "mimpi" yang diilhami oleh ajaran-ajaran Islam.

Proklamasi Nagara Islam Indonesia (NII)

Akhirnya, perjuangan panjang Kartosoewirjo selama 13 tahun pupus setelah Kartosoewirjo sendiri tertangkap. Pengadilan Mahadper, 16 Agustur l962, menyatakan bahwa perjuangan suci Kartosoewirjo dalam menegakkan Negara Islam Indonesia itu adalah sebuah "pemberontakan". Hukuman mati kemudian diberikan kepada Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.

Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo saat di tangkap

Tentang kisah wafatnya Kartosoewirjo, ternyata Soekarno dan A.H. Nasution cukup menyadari bahwa Kartosoewirjo adalah tokoh besar yang bahkan jika wafat pun akan terus dirindukan umat. Maka mereka dengan segala konspirasinya, didukung Umar Wirahadikusuma, berusaha menyembunyikan rencana jahat mereka ketika mengeksekusi Imam Negara Islam ini.

Inilah tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia yang sangat Kontroversial sampai saat ini, dimana sangat sedikit sekali literatur yang mengisahkan tentang kedua tokoh tersebut, dan terlepas dari kontroversi, faktanya dia berjuang dan berkorban demi kemerdekaan Bangsa Indonesia walaupun pada Akhirnya berbeda pandangan dan pemikiran untuk membawa bangsa Indonesia kepada satu tujuan yaitu Negara yang Adil dan Makmur demi kesejahteraan masyarakat bangsa Indonesia.