Sabtu, 21 Mei 2011

OV-10 Bronco (Kuda Liar Pelibas GPK Andalan TNI AU)



Introduction
OV-10 Bronco adalah pesawat militer ringan berbaling-baling bermesin ganda buatan North American Rockwell sebagai pesawat serang ringan dan pesawat angkut ringan. Pesawat ini dikembangkan pada tahun 1960-an sebagai pesawat khusus untuk pertempuran COIN (COunter-INsurgency) atau anti-gerilya. Walaupun memiliki sayap tetap, kemampuannya mirip dengan kemampuan helikopter serbu berat yang cepat, mampu terbang jarak jauh, murah dan sangat dapat diandalkan.

OV-10 Bronco mampu terbang pada kecepatan sekitar 560 km/jam, memuat bahan peledak eksternal seberat 3 ton, dan mampu terbang tanpa henti selama 3 jam atau lebih. Pesawat ini berharga karena kemampuannya dalam mengemban berbagai misi, memuat berbagai macam senjata dan kargo, area pandang pilot yang luas, kemampuan terbang dan mendarat di landasan yang pendek, biaya operasi yang murah dan kemudahan dalam perawatan. Dalam banyak kejadian, pesawat ini mampu terbang baik hanya dengan menggunakan satu mesin.


Ditangan TNI AU
Ulah GPK (Gerakan Pengacau Keamanan) kerap harus dihadapi dengan tindakan tegas, salah satunya dengan opsi militer. Nah, dari sekian banyak cara untuk mematahkan aksi GPK, boleh jadi harus mencontoh kehebatan pesawat tempur OV-10F Bronco, sebagai pesawat dengan turbo propeller (baling-baling), Bronco sangat pas untuk misi anti gerilya dengan kecepatan yang tak terlampau tinggi, pas untuk ”menghabisi” secara akurat titik-titik konsentrasi pasukan gerilya GPK.

OV-10F Bronco TNI-AU
Bronco tergolong pesawat yang punya reputasi tempur tinggi, tak cuma di kancah perang Vietnam, di Indonesia sendiri pesawat yang dijuluki ”Kampret” ini punya reputasi yang memukau dalam banyak medan tempur. Kiprah terbesarnya tak lain saat memberikan BTU (bantuan tembakan udara) saat operasi Seroja melawan pasukan Fretilin di Timor-Timur, kemudian Bronco juga terlibat aktif dalam mendukung operasi penumpasan GPK Aceh Merdeka. Dan masih banyak operasi lain yang melibatkan Kuda liar ini.

Bronco dihadirkan oleh TNI-AU sebagai pengganti P-51 Mustang si ”Cocor Merah” yang masuk dalam usia pensiun di era tahun 70-an. Bronco dipandang sesuai untuk melakukan operasi pertempuran di dalam negeri, khsusunya untuk meredam pemberontakan yang marak muncul di Tanah Air. Hal ini disebabkan persenjatan Bronco memang dirancang untuk anti personel. Yakni berupa empat pucuk senjata kaliber 12,7 mm di tiap-tiap sponson-nya (merupakan modifikasi, bersi awalnya Bronco menggunakan senjata M60 kaliber 7,6 mm), kemudian lima buah station dibawah fuselage bomb untuk segala fungsi dan berat, mulai dari bom 100 Kg sampai 250 Kg jenis ZAB, MK-28, OFAB dan bisa disiapkan dengan peluncur roket FFAR.

Penerjunan pasukan dari "pantat" Bronco
Untuk melindung pilot dan navigator dari terjangan peluru lawan, canopy depan dan lantai dasar Bronco dibalut lapisan anti peluru. Bronco juga punya kemampuan untuk menerjunkan pasukan. Dari semua negara pengguna Bronco, termasuk US Air Force dan US Navy, baru Indonesia yang pernah melaksanakan dropping pasukan. Salah satunya pernah diadakan ”combat free fall” dengan jumlah empat orang dari ”pantat” Bronco. Untuk misi jarak jauh, kompartmen di bagian ”pantat” bisa disulap sebagai tanki bahan bakar, seperti digunakan saat penerbangan ferry Bronco dari AS menuju Indonesia.

Jumlah Bronco yang dimiliki TNI-AU total ada 16 unit. Pada awal kehadirannya Bronco masuk dalam skadron 3, kemudian berpindah menjadi warga skadron 1 pembom. Seiring waktu berjalan dan pengabdian, jumlah Bronco terus berkurang hingga hanya layak disebut sebagai ”unit” dan nasibnya terselamatkan dengan pembentukan skadron udara 21. Ada kabar sebelumnya bahwa Thailand akan menjual 20 Bronco kepada Indonesia, tapi hingga kini belum ada realisasi lebih lanjut.

Dengan usia terbang yang lebih dari 30 tahun, membuat terbang Bronco lumayan berisiko, terakhir sebuah Bronco jatuh pada bulan Juli 2007 di area persawahan di kota Malang, dua awaknya dilaporkan tewas. TNI-AU pun tengah menunggu untuk mendapatkan pengganti Bronco, kandidat yang diajukan adalah EMB-314 Super Tucano dari Brazil dan KO-1 dari Korea Selatan.

Dengan kecepatan terbang yang rendah, Bronco pas untuk aksi COIN (Counter Insurgency), tapi bisa jadi buah simalakama bila menghadapi senjata penangkis serangan udara. Dengan kecepatan terbang yang rendah Bronco bisa jadi santapan empuk meriam dan rudal anti pesawat. Hal inilah yang menjadi kendala Bronco saat beraksi dalam perang Vietnam.

Sampai perang Teluk di tahun 1992, Bronco tetap eksis digunakan oleh US Marine sebagai pesawat intai. Berbeda dengan Bronco milik TNI-AU, Bronco milik US Marine dilengkapi alat pengintai canggih, kamera terintegrasi, radar, FLIR (Forward Looking Infrared) dan lebih hebat lagi Bronco US Marine bisa menggotong rudal udara ke udara Sidewinder. Sayang Bronco TNI-AU tak sempat di upgrade untuk persenjataan lebih canggih. Selain Indonesia, Bronco juga dipakai oleh Jerman, Thailand, Venezuela dan AS tentunya.


Spesifikasi OV-10F Bronco 
  • Produsen : North American, Rockwell Internationa
  • Kru : 2
  • Lebar sayap : 12,9 meter
  • Tinggi : 4,62 meter
  • Berat kosong : 3,127 Kg
  • Berat Max Take off : 6,522 Kg
  • Mesin : 2 x Garret T76 G-410/412 turboprop, 715 hp (533 kW) each
  • Kecepatan Max : 452 Km / jam
  • Jarak Tempuh : 358 Km

Pengguna
  • Amerika Serikat
  • Jerman Barat
  • Thailand
  • Venezuela
  • Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar