Rabu, 18 Mei 2011

Pertempuran Iwo Jima (Kengerian Bagi Marinir Amerika)



Introduction
Februari 1945, pecahlah pertempuran sengit di Iwo Jima, “pintu gerbang” Tokyo. Kalau ada pertanyaan kepada marinir Amerika, baik prajurit biasa atau perwira sekalipun, maka jawabannya tidak perlu diragukan lagi. Bukan Tarawa, Guadalcanal, atau Okinawa jawabnya, melainkan Iwo Jima, yang dianggap sebagai the ugliest place on the earth for the Marines, (tempat paling menakutkan di dunia ini bagi pasukan marinir). Seorang wartawan perang bilang: “Saya tidak pernah melihat luka-luka begitu mengerikan seperti di Iwo”. Seorang dokter di kapal rumah sakit di pantai Iwo: “Saya pernah berhadapan dengan serdadu-serdadu yang luka di medan perang Normandia, tapi belum pernah luka-lukanya begitu rusak seperti di Iwo”.

Pulau Iwo Jima
Dan mengenai pertahanan Jepang di Iwo ini, dengarlah ucapan-ucapan pihak Sekutu: the most hellish defense in the Pasific, if not in the history of warfare (pertahanan yang paling dahsyat di medan Perang Pasifik; dalam seluruh sejarah peperangan); “sebuah benteng yang sempurna”; “dibandingkan dengan Iwo Jima, Gibraltar tidak berarti apa-apa.

Pertempuran di Iwo Jima memang luar biasa. Sebelum mendarat, Sekutu mengira bahwa pulau kecil ini (luasnya cuma 8 mil persegi) bisa direbut hanya dalam lima hari. Tapi jadinya satu bulan. Apa yang terjadi di Iwo Jima sama sekali tidak pernah diperkirakan oleh Sekutu. Semenjak Sekutu mulai dengan ofensifnya, jumlah pasukan Sekutu yang mati dan luka selalu jauh lebih kecil daripada jumlah Jepang yang mati, kecuali di Iwo Jima. Di Iwo, jumlah korban dari pihak Sekutu yang mati dan luka adalah sama dengan pasukan Jepang, lebih dari 20.000! Tidak pernah terjadi hal seperti itu.


Arti Penting Iwo
Pendaratan di Iwo dilakukan pada bulan Februari 1945, tiga bulan setelah lapangan terbang di Saipan digunakan oleh pembom jarak jauh B-29, untuk membom tanah Jepang sendiri. Tetapi pemboman dari Saipan tidak begitu efektif mengingat jarak yang terlampau jauh dari Jepang, sekitar 1.200 mil, sehingga pesawat pemburu (fighter) tidak bisa melindungi pembom B-29. Kesulitan ini akan berakhir jika Iwo Jima yang letaknya di tengah-tengah antara Tokyo dan Saipan, juga dikuasai Sekutu.

Pembom B-29
Iwo yang masih dikuasai Jepang juga merupakan ancaman bagi pembom B-29 itu. Radar Jepang di Iwo bisa mengetahui kedatangannya dan memperingatkan Tokyo dua jam sebelum B-29 tiba di sasaran. Dan bila B-29 mau menghindarinya, ia mesti terbang jauh-jauh dari Iwo sebelum menuju sasaran, dan ini berarti pembuangan bahan bakar dan waktu, sehingga jumlah bom yang diangkut pun harus dikurangi. Yang lebih hebat, selama Iwo Jima di tangan Jepang, bisa digunakan oleh pesawat terbang Jepang untuk membom Saipan.

Mungkin pembaca bertanya, apakah mungkin Jepang masih mempunyai banyak pesawat terbang di awal tahun 1945 ini, bukankah dalam pertempuran di Filipina bisa dibilang armada udara Jepang sudah tak ada lagi?

Memang betul, kecuali mengenai pertahanan tanah Jepang sendiri, home defense. Meski armada udara Jepang di luar Jepang sudah musnah sebagai kesatuan yang berarti, tetapi di tanah air mereka masih ada kira-kira 10.000 pesawat terbang. Sebagian digunakan untuk menyerang Saipan dari Iwo Jima.

Satu lagi hal yang membuat Iwo penting bagi Sekutu. Pembom B-29 kalau mendapat kerusakan di atas wilayah Jepang, sering tidak cukup kuat untuk kembali ke Saipan yang begitu jauh. Bisa juga kemungkinan ditolong oleh kapal selam di tengah laut, tetapi pesawatnya akan tenggelam di laut. Tetapi kalau Iwo dikuasai Sekutu, pembom B-29 yang pincang akibat tembakan meriam penangkis udara Tokyo, bisa mendarat dan direparasi di Iwo. Maka, direbutnya Iwo akan sangat membesarkan semangat para pilot B-29.


Strategi Sebelum Pendaratan
Pendaratan di Iwo dilakukan pada tanggal 9 Februari 1945. Tiga hari sebelumnya, kapal-kapal perang dan kapal-kapal pengangkut yang akan menurunkan 60.000 marinir sudah berlabuh di depan pantai Iwo.

Untuk mencegah gangguan dari pesawat udara Jepang, diseranglah Tokyo tiga hari sebelum serangan Iwo 16 Februari 1945 ini di bawah pimpinan Spruance, dan satuan tugas dengan kapal-kapal induk di bawah Mitscher, bernama Task Force 58. Pada titik 120 mil dari Tokyo, dilepaslah pesawat-pesawat terbang menyerang sasaran utama, pabrik pesawat terbang Jepang.

Serangan ini berlangsung beberapa hari, sehingga tujuan lain pun tercapai: selama pendaratan Sekutu di Iwo, 600 mil dari Tokyo, tidak ada gangguan dari pesawat udara Jepang. Laut dan udara di sekitar Iwo dikuasai Sekutu. Tinggal kini pertempuran di daratan pulai Iwo Jima saja, menghadapi the most formidable defended eight square miles (delapan mil yang paling hebat dipertahankan di Pasifik).


Benteng Kokoh Iwo Jima
Iwo Jima adalah pulau gunung api yang baru muncul dari laut belum sampai 90 tahun. Terdapat Gunung Suribachi, yang masih ada lubang-lubang yang mengeluarkan uap, tanda bahwa pulau ini masih aktif. Di sebelah tengah dan utara terdapat jurang-jurang dalam, batu karang yang tinggi – satu pulau yang ideal untuk dipertahankan. Jenderal Kuribayashi memerintahkan para insinyurnya mendirikan benteng-benteng di bawah tanah, di dalam gunung Iwo Jima. Terowongan bawah tanah sepanjang 5.000 meter digali Jepang, yang satu sama lain berhubungan, seperti jaring laba-laba.

Peta Benteng Pertahanan Jepang

Taktik Kuribayashi ini terbukti ampuh. Pulau seperti ini, tahan pemboman apa pun juga. Selama delapan bulan, Sekutu membombardir Iwo. Selama 72 hari sebelum mendarat, Sekutu membomnya berturut-turut. Selama tiga hari sebelum D-Day, kapal-kapal ini telah memuntahkan peluru ribuan ton, pesawat terbang Sekutu yang mau menghancurkan pertahanan Kuribayashi mengaung-ngaung di atas pulau kecil ini. Tapi apa yang mau dibom? Dari atas tidak kelihatan apa-apa yang patut dibom. Pertahanan Kuribayashi tetap utuh. Jepang yang mahir dalam ilmu penyamaran, camouflage, menyembunyikan sarang-sarang meriam dan senapan mesin dengan tanaman-tanaman kembang yang berwarna. Dengan menggunakan mesiu yang tidak mengeluarkan asap (smokeless powder), maka Sekutu tidak bisa menentukan datangnya dan letak sarang-sarang meriam anti-pesawat itu.

Kuribayashi

Pihak Amerika mengaku terus terang: Ilmu perang amfibi Amerika makin lama makin maju semenjak drama di Tarawa, tapi ilmu perang defensif Jepang di Iwo ini pun sama cepat majunya. Pendaratan Sekutu pada tanggal 19 Februari mula-mula berjalan sesuai rencana. Pukul 9 pagi, tibalah amtrac-amtrac di dekat pantai, namun semenjak itu mulailah seri malapetaka bagi penyerbu. Karena pulau ini kecil sekali, maka tiap senjata Kuribayashi yang tersembunyi di dalam tanah dan gua di seluruh pulau ini bisa menembak sasaran di pantai.

Keunggulan teknik Sekutu tidak berguna disini. Pasukan Jepang tidak pernah kelihatan karena bersembunyi. Kuribayashi yang cerdik memberi perintah keras, jangan mengadakan serangan banzai. Selalu tinggal tetap dalam lubang pertahanan. Dengan serangan frontal pihak Jepang bisa disapu sekaligus dengan puluhan orang. Serangan balasan dilakukan di waktu malam. Hal ini memaksa Amerika harus merebut Iwo menurut cara yang ditetapkan oleh Kuribayashi (we had to fight on enemy’s terms). Marinir Amerika harus merebut Iwo meter per meter, benteng per benteng, sambil merangkak dengan perut, tidak mungkin mengadakan manuver kilat. Kalau marinir Amerika berdiri sedikit saja, kontan mendapat tembakan senapan atau senapan mesin.

Penyerbu yang maju merangkak, selamat terhadap tembakan senapan mesin, tapi tidak terhadap peluru dan pecahan peluru mortir. Dan mortir Jepang di Iwo adalah mortir raksasa. Besar diameternya 320 mm!, mortir terbesar yang pernah digunakan di medan Perang Pasifik.


Akibat Pertempuran
Di Iwo ini pasukan Sekutu yang mati 550 orang, tapi yang luka 16.000 orang. Mungkin kita menganggap jumlah yang mati saja yang penting, karena luka bisa sembuh. Tapi dengan luka yang seperti dijelaskan diatas akibat mortir 320 mm, maka dapatlah dibayangkan apa yang terjadi.

Tentara Jepang yg tewas di Iwo Jima

Inilah perang dalam bentuk hebat. Tapi yang paling hebat ialah orang yang menjadi gila karena suara dentuman, ledakan, hujan peluru artileri, mortir, senapan mesin, dan dinamit. Serdadu yang karena “senewen” menjerit-jerit, dan berontak-rontak di atas usungan di mana dia diikat. Luka tubuhnya mengerikan, tapi jiwa yang robek karena peperangan, adalah war at its worst, perang dalam bentuk sehebat-hebatnya. Keith Weeler, wartawan Chicago Times bilang: There’s more hell in there than I’ve seen in the rest of this war put together. “Iwo Jima seperti neraka, lebih hebat daripada semua pengalaman saya selama peperangan ini digabung menjadi satu.”

Senjata yang paling ditakuti Jepang adalah penyembur api (flamethrower) merek Ronson. Tetapi pasukan dengan penyembur api itu tidak bisa berbuat banyak kalau sasaran masih jauh. Bila maju sendirian, maka akan dihadang hujan tembakan. Maka digunakan tank bulldozer, sebuah kendaraan berlapis baja, yang meratakan jalan bagi barisan penyemprot api. Tapi Kuribayashi dengan cepat pula mengubah taktiknya. Kemudian semua peluru. Ditujukan. Kepada tank buldozer itu.

Tetapi bagaimanapun kuat dan cerdiknya Kuribayashi dengan benteng dan orang-orangnya, kalau laut dan udara dikuaai musuh, dan bala bantuan tidak bisa didatangkan, benteng itu akhirnya harus jatuh juga.


Harga Mahal Yang Harus Dibayar
Lebih dari 20.000 marinir Amerika yang mati dan luka. Terlalu mahalkah untuk mendapatkan Iwo Jima? Jawab mereka: tidak. Sampai akhir peperangan, 2.251 pesawat B29 mendarat di Iwo. Sebagian besar dari ini akan lenyap, kalau Iwo tidak ada. Tiap B-29 itu mempunyai anak buah sebanyak 11 orang, sehingga jumlahnya yang mendarat 24.761 orang, hampir sama dengan 22.082 marinir Amerika yang mati dan luka ketika merebut Iwo . Menurut Amerika korban itu seimbang dengan nilai Iwo sebagai pangkalan.

Itulah perang, di mana prestasi manusia antara lain terukur dari berapa nyawa yang dicabut dan darah yang ditumpahkan.


Sumber: Ojong, P.K.. (2006). Perang Pasifik. Jakarta.: Penerbit Buku Kompas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar